Sunday, June 5, 2011

PROBLEMA FILSAFAT ILMU

PENGERTIAN FILSAFAT ILMU, LINGKUP FILSAFAT ILMU
DAN PROBLEM FILSAFAT ILMU



I. PENGETIAN FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang membahas masalah ilmu.
Tujuannya mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu diperoleh.
Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk memperolehnya.
Istilah lain dari filsafat ilmu adalah theory of science (teori ilmu), dan science of science (ilmu tentang ilmu).
Rosenberg menulis “ Philosophy deals with two sets of questions: First, the questions that science – physical, biological, social, behavioral –. Second, the questions about why the sciences cannot answer the first lot of questions”.
Dikatakan bahwa filsafat dibagi dalam dua buah pertanyaan utama, pertanyaan pertama adalah persoalan tentang ilmu (fisika,biologi, social dan budaya) dan yang kedua adalah persoalan tentang duduk perkara ilmu yang itu tidak terjawab pada persoalan yang pertama. Dari narasi ini ada dua buah konsep filsafat yang senantiasa dipertanyakan yakni tentang apa dan bagaimana. Apa itu ilmu dan bagaimana ilmu itu disusun dan dikembangkan. Ini hal sangat mendasar dalam kajian dan diskusi ilmiah dan ilmu pengetahuan pada umumnya.yang satu terjawab oleh filsafat dan yang kedua dijawab oleh kajian filsafat ilmu.
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan integrative yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Filsafat ilmu dalam arti luas: menampung permasalahan yang menyangkut hubungan ke luar dari kegiatan ilmiah, seperti:
 Implikasi ontologik-metafisik dari citra dunia yang bersifat ilmiah;
 Tata susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu
 Konsekuensi pragmatic-etik penyelenggara ilmu dan sebagainya
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah. 
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam sejumlah literatur kajian Filsafat Ilmu.( Rizal Muntasyir dan Misnal Munir,2009:49)
  1. Robert Ackerman : Filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingakan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
  2. Lewis White Beck : Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
  3. Cornelius Benjamin : Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
  4. Michael V. Berry : Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
  5. May Brodbeck : Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
  6. Peter Caws : Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
  7. Stephen R. Toulmin : Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-praanggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika. 
Dari paparan pendapat para pakar dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat ilmu itu mengandung konsepsi dasar yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah
2) sikap sitematis berpangkal pada metode ilmiah 
3) sikap analisis obyektif, etis dan falsafi atas landasan ilmiah 
4) sikap konsisten dalam bangunan teori serta tindakan ilmiah 

II. LINGKUP FILSAFAT ILMU
The Liang Gie (2000) menjelaskan tentang lingkup filsafat ilmu dari para filsuf sebagai berikut:
1. Peter Angeles
Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama:
  • Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
  • Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangnya.
  • Telaah mengenai saling kaitan diantara berbagai ilmu.
  • Telaah menganai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, entitas teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan.
2. A. Cornelius Benyamin
Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang berikut:
  • Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dan system perlambang ilmiah. Telaah ini banyak menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
  • Penjelasan tentang konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan emperis, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. Dalam hal ini, banyak hal yang berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap berbagai keyakinan mengenai dunia kenyataan, keseragaman alam, dan rasionalitas dari proses ilmiah.
  • Aneka telaah mengenai saling kait diantara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti misalnya idealisme, materialisme,monoisme, atau pluralisme.
3. Marx Wartofsky
Menurut filsuf ini, rentangan luas dari soal-soal interdisipliner dalam filsafat ilmu meliputi:
a. perenungan mengenai konsep dasar, struktur formal, dan metodelogi, ilmu
b. persoalan-persoalan ontology dan epistemology yang khas bersifat filsafati dengan pembahasan yang memadukan peralatan analitis dari logika modern dan model konseptual dari penyelidikan ilmiah.
4. Ernest Nagel
Dari hasil penyelidikannya filsuf ini menyimpulkan bahwa filsafat ilmu mencakup tiga bidang luas:
a. pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu
b. pembuktian konsep ilmiah
c. pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah.
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
  1. Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). 
Dari paparan ini dipertegas bahwa filsafat ilmu itu memiliki lingkup pembahasan yang meliputi: 
1) Komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu
2) Sifat dasar ilmu pengetahuan
3) Metode ilmiah
4) Praanggapan-anggapan ilmiah
5) Sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan 
6) cakupan pembahasan landasan ontologis ilmu, pembahasan mengenai landasan epistemologi ilmu, dan pembahasan mengenai landasan aksiologis dari sebuah ilmu.
III. Problema Filsafat Ilmu 
Problem filsafat Ilmu dibicarakan sejajar dengan diskusi yang berkaitan dengan landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Untuk Telaah tentang problema substansi Filsafat Ilmu, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.
Problem filsafat ilmu dari beberapa filsuf ilmu.
1. B.Van Fraassen dan H. Margenau 
Menurut kedua ahli ini problem utama dlam filsafat ilmu setelah tahun enam puluhan adalah:
a. Metodologi
   Hal-hal yang banyak dibicarakan adalah mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, logika penemuan, teori   probabilitas, dan teori pengukuran.
b. Landasan ilmu-ilmu
  Ilmu-ilmu emperis hendaknya melakukan penelitian mengenai landasannya dan mencapai sukses seperti halnya landasan matematika.
c. Ontologi
  Persoalan utama yang diperbincangkan ialah menyangkut konsep substansi, proses, waktu, ruang, kausalitas, hubungan budi dan materi, serta status dari entitas teoritis (The Liang Gie,2000,hlm.78-79)
2. Victor Lenzen
    Menurut filsuf ini ada dua problem dalam filsafat ilmu:
a. Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah;
b. Pentingnya ilmu bagi praktik dan pengetahuan tentang realitas. (The Liang Gie,2000, hal.79)
3. The Liang Gie
Menurut filsuf ini problem filsafat ilmu secara sistematis digolongkan menjadi enam kelompok sesuai dengan cabang pokok filsafat.
1. problem epistemologis tentang ilmu;
2. problem metafisis tentang ilmu;
3. problem metodologis tentang ilmu;
4. problem logis tentang ilmu;
5. problem etis tentang ilmu;
6. problem estetis tentang ilmu.
Dari beberapa pendapat mengenai problem filsafat ilmu dapat ditarik benang merahnya, yakni sebagai berikut.
a. Apakah konsep dasar dari ilmu? Maksudnya bagaimana filsafat ilmu mencoba untuk menjelaskan praanggapan dari setiap ilmu, dengan demikian filsafat ilmu dapat lebih menempatkan keadaan yang tepat bagi setiap cabang ilmu. Dalam masalah ini filsafat ilmu tidak dapat lepas dari cabang filsafat lainnya terutama epistemology atau filsafat pengetahuan dan metafisika.
b. Apakah hakikat dari ilmu? Artinya langkah-langkah apakah suatu pengetahuan sehingga pengetahuan mencapai yang bersifat keilmuan.
c. Apakah batas-batas dari ilmu? Maksudnya apakah setiap ilmu mempunyai kebenaran yang bersifat universal ataukah ada norma-norma fundamental bagi kebenaran ilmu.
IV. KESIMPULAN
1. Pengertian Filsafat Ilmu 
 merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metoda, konsep- konsep, dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual. 
 filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lainnya. Dalam menyelesaikan kajiannya pada konsep ontologis,secara epistemologis, dan tinjauan ilmu secara aksiologis. 
 Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti:
• Obyek apa yang ditelaah ilmu ? (Ontologis)
• Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan berupa ilmu? (epistemologis)
• Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu digunakan ? (aksiologis)
2. Lingkup dan problema substansi filsafat ilmu 
Cakupannya pembahasan tentang problema substansi landasan ontologis ilmu, epistemologi ilmu, dan pembahasan mengenai landasan aksiologis dari sebuah ilmu.
Ruang lingkup filsafat ilmu adalah:
  • Sifat dasar dan lingkupan filsafat ilmu dan hubungannya cabang-cabang ilmu lain.
  • Perkembangan histories dari filsafat ilmu.
  • Unsur-unsur usaha ilmiah.
  • Gerakan-gerakan pemikiran ilmiah.
  • Kedudukan filsafati dari teori ilmiah.
  • Pentingnya pengetahuan ilmiah bagi bidang-bidang lain dari pengalaman-pengalaman soal manusia.
  • Hubungan antara ilmu dengan pengetahuan humaniora.
3. Problem filsafat ilmu
Enam problem atau permasalahan mendasar filsafat ilmu :
1) problem-problem epistimologi tentang ilmu
2) problem-problem metafisis tentang ilmu
3) problem-problem metodologis tentang ilmu
4) problem-problem logis tentang ilmu
5) problem-problem etis tentang ilmu
6) problem-problem estetis tentang ilmu
Filsafat ilmu diharapkan dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan arah.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. 2006. FIlsafat ilmu. Jakart; Raja Grafindo
Gie, The Liang. 2000. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogjakarta: Liberty
Ihsan, H.A.Fuad, 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta
Mohammad Adib. 2010. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muntansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2009. Filsafat Ilmu. Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Syadali, Ahmad dan Mudzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Bumi Aksara
Suriasumantri, Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu ;sebuah pengantar popular.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Verhaak, C dkk. 1995. FIlsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta; Gramedia
http://senyum19.multiply.com/journal/item/19
http://rumahlaili.blogspot.com/2009/08/ruang-lingkup-peran-dan-problem-problem.html
http://wwwsahartugas.blogspot.com/2009/10/filsafat-ilmu.html

FILSAFAT ILMU

LAPORAN MEMBACA BUKU
Judul : Pengantar Filsafat (Elements of Philosophy)
Pengarang : Prof. Dr. Louis O Kattsoff
Alih Bahasa : Soejono Soemargono
Penerbit : Tiara Wacana
Tempat terbit : Yogjakarta
Tahun terbit : 2004
Cetakan : IX Juni 2004
Gambar Cover : Kepala manusia dengan otak kuning polos
Jumlah halaman : 488
Buku Pengantar Filsafat dengan judul asli Elements of Philosophy adalah sebuah buku pegangan untuk mengenal filsafat. Buku yang dialihbahasakan oleh Soejono Soemargono ini sudah mengalami cetak ulang yang ke-9. Menurut penerbitnya buku ini mengalami cetak ulang terus menerus karena tidak terbatas hanya mahasiswa-mahasiswa saja yang membaca, namun masyarakat umum yang ingin mengetahui filsafat juga membaca buku ini.
Buku setebal 488 halaman terdiri dari 6 bagian. Bagian pertama terbagi lagi menjadi 6 bab dengan pokok utama yang dibicarakan adalah Menguak Dasar-dasar Kefilsafatan. Bagian ke-2 membahas Menuju Pembentukan Wawasan, tebagi lagi menjadi 3 bab. Bagian ke-3 dari buku ini mengambil pembicaraan tentang Mengenal Hakekat Kefilsafatan yang terbagi menjadi 3 bab. Bagian ke-4 tentang Kosmologi Suatu Pemahaman yang terbagi 2 bab.
Bagian ke-5 dari buku ini ada di halaman 273 sampai dengan halaman 289 dengan pembicaran mengenai Pengembaraan Tiada Bertepi terbagi dalam 5 bab. Bagian terakhir atau bagian ke-5 mengenai Terbentangnya Cakrawala Kebijaksanaan, pada bagian terakhir ini penulis membagi menjadi 4 bab.
Laporan saya tentang buku ini mengenai bagian ke-1 yaitu tentang Menguak Dasar-dasar Kefilsafatan. Bagian pertama ini dimulai dari halaman 3 dan diakhiri di halaman 69. Saya mengambil buku ini sebagai laporan tugas mata kuliah Filsafat, karena saya ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai mata kuliah Filsafat. Walaupun sewaktu kuliah S1 saya sudah menerima mata kuliah ini, namun filsafat tidak akan habis-habisnya diperbincangkan.
BAGIAN I
MENGUAK DASAR-DASAR KEFILSAFATAN

BAB I
PERENUNGAN KEFILSAFATAN
Apakah Filsafat itu?
Filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis atas suatu sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Dan hendaknya diingat bahwa kegiatan yang kita namakan kegiatan kefilsafatan itu sesungguhnya merupakan perenungan atau pemikiran.
Seorang filsuf dianggap sebagai orang yang memandang segala sesuatu dari sudut keabadian, dan karenanya menemukan ketiadaan sifat pentingnya segala sesuatu atau dianggap sebagai orang yang memandang manusia sebagai sesuatu yang tidak berarti, dan karenanya bersikap acuh tak acuh terhadap segala hal. Maka ada gambaran bahwa seorang filsuf merupakan mesin yang berpikir tanpa suatau perasaan apapun. Apa yang dilupakan ialah, bahwa mereka yang memandang seorang filsuf dalam hubungan yang demikian ini dan karenanya memandang filsafat sebagai sesuatu yang membawa orang kepada sikap yang demikian itu sesungguhnya tidaklah berbicara tentang filsafat melainkan tentang filsafat yang khusus.
Filsafat merupakan pemikiran yang secara sistematis. Kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukanlah berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup maupun untuk memahami diri kita sendiri.
Perenungan kefilsafatan ialah sejenis percakapan yang dilakukan dengan diri sendiri atau dengan orang lain. Itulah sebabnya mengapa seorang filsuf tampak selalu berhubungan dengan polemik dan tampak lebih menaruh perhatian kepada usaha merusak dan menentang dibandingkan dengan usaha membangun. Dalam arti tertentu, perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai pertentangan di antara alternatif-alternatif yang masing-masing berpegangan pada unsur atau segi yang penting, dan kemudian mencoba untuk mengujinya pada pengalaman secara empirik, dan akal. Hal ini mudah ditunjukkan dalam masalah filsafat pengetahuan.
Ciri-ciri Pikiran Kefilsafatan
Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan konsepsional. Konsepsi (rencana kerja) merupakan hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu.
Filsafat merupakan hasil menjadi sadarnya manusia mengenai dirinya sendiri sebagai pemikir, dan menjadi kritisnya manusia terhadap diri sendiri sebagai pemikir di dalam dunia yang dipikirkannya.Sebuah sistem filsafat harus bersifat koheren. Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan yang koheren, yang konsepsioanal. Secara singkat, yang dimaksud dengan “koheren” ialah runtut. Bagan konsepsional yang merupakan hasil perenungan kefilsafatan haruslah bersifat runtut.
Suatu perenungan kefilsafatan tidak boleh mengandung pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan.Filsafat merupakan pemikiran secara rasional. Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsioal yang bersifat rasional, ialah bagan yang bagian-bagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain.
Di dalam filsafat salah satu kesukaran yang muncul terdapat dalam usaha untuk mengadakan uraian secara lebih geometri bahwa definisi yang diajukan justru perlu memperoleh kritik. Filsafat senantiasa bersifat menyeluruh (komprehensif). Perenungan kefilsafatan berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang memadai untuk dunia tempat kita hidup maupun diri kita sendiri. Dikatakan bahwa ilmu memberikan penjelasan tentang kenyataan empiris yang dialami, filsafat berusaha memperoleh penjelasan mengenai ilmu itu sendiri.
Suatu sistem filsafat harus bersifat komprehesif dalam arti tidak ada sesuatupun yang berada di luar jangkauannya. Jika tidak demikian filsafat akan ditolak serta dikatakan berat sebelah dan tidak memadai.Suatu pandangan dunia. Secara singkat, perenungan kefilsafatan berusaha memahami segenap kenyataan dengan jalan menyusun suatu pandangan dunia (biasanya dipakai perkataan Jerman Weltanschaung) yang memberikan keterangan tentang dunia dan sesuatu hal yang ada di dalamnya.
Suatu definisi pendahuluan. Dalam perenungan kefilsafatan, kita berusaha untuk mencari dasar-dasar bagi kepercayaan –kepercayaan kita. Dengan mengingat perenungan kefilsafatan, mudahlah bagi kita untuk memberikan definisi pertama tentang filsafat, berupa suatu definisi operasional, filsafat merupakan hasil perenungan hasil kefilsafatan.
Filsafat membicarakan fakta-fakta dengan 2 cara.
1. Filsafat mengajukan kritik atas makna yang dikandung fakta-fakta
2. Filsafat menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum dari fakta-fakta.







BAB II
METODE KEFILSAFATAN
Tata cara Perenungan Kefilsafatan
Memang cukup mudah untuk melukiskan perenungan kefilsafatan, tetapi jauh lebih sulit untuk dapat memulai dan melanjutkannya. Tata cara mempunyai arti yang lebih daripada sekedar melukiskannya. Untuk sampai pada suatu keimpulan kita dapat menguji pikiran kita dan kemudian cara melakukan kritik terhadapnya.
Metode-metode Filsafat
1. Analisa
Ekstensi dan instensi.Maksudnya pokok mengadakan analisa ialah melakukan pemeriksaan konsepsiaonal atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunkan dari pernyataan-pernyataan yang dibuat. Pemeriksaan ini mempunyai dua macam segi. Kita berusaha memeproleh makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah yng bersangkutan, dan kita menguji istilah-istilah itu melalui penggunaanya atau dengan melakukan pengamatan terhadap contoh-contohnya.
Perkataan “analisa” itu sndiri berarti “perincian”. Di dalam filsafat, analisa berarti perincian istilah-istilah atau penyataan-pernyataan ke dalam bagin-bagiannya sedmikian rupa sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas makna yang dikandungnya.
Makna yang dikandung oleh pernyataan (“statement’). “Triangles Are geometric figure (segitiga adalah bangun ilmu ukur). Dalam hal ini diketahui bahwa segitiga tidak terdapat di dalam ruang dan waktu. Tetapi penyataan tersebut menyatakan : untuk menjadi suatu segitiga, suatu objek haruslah merupakan suatu bangun ilmu ukur, atau bila ssuatu itu adalah segitiga, maka sesuatu itu merupakan bangun ilmu ukur.
Maksud segala analisa ini adalah untuk memperoleh kejelasan sebesar mungkin mengenai makna yang dikandung suatu pernyataan. Jika kita berusaha untuk memahami, maka kita perlu kejelasan makna yang harus kita pahami itu.
Makna tidak identik dengan kebenaran. Hendaknya diingat, analisa terhadap makna tidaklah menetapkan kebenaran atau keesatan kalimat yang bersangkutan.
2. Sintesa
Filsafat spekualatif sebagi penyusunan sistem. Lawan analisa atau perincian adalah sintesa atau pengumpulan. Maksud sintesa yang utama adla mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia. Penyusuanan sistem, demikian proses ini sehingga dinamakan atau filsafat spekualatif sebagai mana Broad menyebutnya. Sintesa iaah usaha untuk mencari esatuan di dalam keragaman itu.
Perangkat-perangkat Metodologi
(Logika, Induksi, Deduksi, Analogi, Komparasi)
1. Logika dibagi dalam dua cabang pokok yaitu logika deduktif dan logika induktif.
Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta cara-cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului suatu perangkat premis.
Logika deduktif membicarakan cara-cara utuk mencapai kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pernyataan-penyataan mengenai semua atau sejumlah ini diantara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang syah dari suatu epnalaran deduktif selalu merupakan akibat yang ebrsifat keharuasan dari pernyataan-pernyataan yang lebih dahulu diajukan.
Macam-macam penalaran kategori yang etrsebut di atas dinamakan bentuk kategori, karena pernyataan-pernyataan tersebut menyatakan atau emngingkari sesuatu tanpa syarat.
Logika induktif. Membicarakan tentang penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari eprnyataan-pernyataan yang khusus. Kesimpulannyanya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan.
Penyimpulan secara kausal. Jenis induksi lainnya adalah yang berusaha untuk menemukan sebab-sebaba dari hal-hal yang terjadi. Bila telah diajukan suatu pernagkat kejadian, maka haruslah diajukan pernyataan: “apakah yang menyebabkan kejadian-kejadian itu?”, misalnya, terjadi suatu wabah penyakit tipes : “ apakah yang menyebabkan timbulnya wabah tipes?”.
2. Analogi dan komparasi. Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan ialah analogi dan komparasi. Penalaran secara analogi adlah berusaha untuk mencapai kesimpulan.
Observasi (pengamatan) suatu pernyataan yang maknanya dapat diuji dengan pengalaman yangd apat diulangi, bagi oleh orang yang memeprgunakan pernyataan tersebut maupun oleh orang lain, pada prinsipnya dapat dilakukan verifikasi terhadapnya. Jika pernyataan itu lulus dalam uji pengalaman, maka pengalam itu dikukuhkan, meskipun tidak sepenuhnya terbukti benar.
Penalaran berdasarkan kontadiksi. Metode verifikasi yang kedua yakni dengan menunjukkan kesesatan pernyataan yang dipersoalkan karena bertentangan dengan dirinya, atau mengakibatkan pertentangan dengan pernyataan-pernyataan lain yang telah ditetapkan dengan baik.
Cara memulai dan melanjutkan
Dalam perenungan kefilsafatan
Descartes, mewariskan pendirian yang jelas tentang cara dan memulai perenungan kefilsafatannya.
Adanya masalah. Tahap pertama dalam perenungan kefilsafatan ialah menyadari adanya masalah.masalah yang kita hadapi mungkin seluas masalah mengenai kebenaran, atau sesempit kesadaran bahwa suatu istilah yang diajukan memerlukan penjelasan.
Langkah pertama dalam perenungan kefilsafatan ialah menjadi sadar akan sesuatu masalah tersebut,dan menunjukan apa yang perlu diselidiki.
Meragukan dan menguji secara rasional anggapan –anggapan.setelah merumuskan masalah yang dihadapinya, Descartes mulai menguji pengetahuaan yang diperoleh dari inderanya,dari kesadaran untuk membedakannya dengan pengetahuan yang diperoleh dari tidur,dan bahkan dari akal. ia menemukan alasan-alasan untuk meragukan segala sesuatu di sekitarnya,hakekatnya segala sesuatu yang bersifat fisik;kebenaran matematika,dan hal-hal lain. ini menggambarkan langkah kedua dalam perenungan kefilsafatan-menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya yang katanya benar.
Bagi seorang filsuf,memberikan alasan untuk menolak bahan bukti,sama perlunya dengan memberikan alasan untuk menerima bahan bukti yang lain.
Memeriksa penyelesaian-penyelesaian yang terdahulu.kecuali menguji bahan bukti,perlu juga kita mempertimbangkan penyelesaian-penyelesaian yang telah di ajukan mengenai masalah yang bersangkutan.ini dimaksudkan agar dalam pikiran kita ada kejelasan tentang langkah permulaan yang sesat,segi-segi yang diabaikan,atau bahan-bahan bukti yang tidak lengkap.
Menyarankan hipotesa. jika kita telah membaca perenungan Descartes yang kedua,dapat kita temukan bahwa setelah mengadakan peninjauan kembali secara cepat terhadap apa yang telah ia kerjakan dalam perenungan yang pertama,ia pun telah siap mengusulkan suatu penyelesaian yang disarankannya sendiri.
Menguji konsekuensi-konsekuensi.langkah keenam dalam perenungan kefilsafatan adalah verifikasi terhadap hasil-hasil penjabaran yang telah dilakukan.karena filsafat berusaha memahami,maka tugas pokok fisafat pada hakekatnya ialah memperoleh pengetahuan .maka verifikasi merupakan hal yang terpenting.bagaimana verifikasi ini dilakukan telah ditinjau pada tulisan diatas.
Menarik kesimpulan.langkah terakhir dalam perenungan kefilsafatan harus terdiri dari penarikan suatu kesimpulan mengenai masalah yang mengaali penyelidikan kita .perenungan kefilsafatan merupakan usaha untuk memperoleh pengetahuan,dan dengan demikian usaha ini hanya berakhir bila telah ditemukan macam jawaban terhadap masalah yang bersangkutan.
Kesimpulan itu dapat bermacam-macam:
1. Mungkin maslahnya ternyata merupakan maslah yang tiada bermakna. Misalnya apakah Tuhan yang maha kuasa dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan? Analisa terhadap maslah ini menunjukkan bahwa maslah tersebut mengandung pertentangan dalam dirinya sendiri, dalam hal bentuknya, dan sama sekali tidak penting
2. Masalah mungkin dinyatakan mengandung makna, namun tidak dapt dijawab(a) pada prinsipnya, atau (b) karena pengetahuan yang tidak memadai yang kini tersedia. Misalnya, apakah ada objek yang tidak tergantung pada pengetahuan kita mengenai objek tersebut?
3. Masalah mungkin dijawab secara mengiayakan, atau secara mengingkari. Yang demikian ini kiranya tidak memerlukan contoh.
4. Maslahnya mungkin dijawab dengan menerima suatu hipotesa sementara, yakni hipotesa yang dibicarakan atau perubahan darinya.
5. Masalahnya dapat dijawab secara deskriptif, yakni dengan menggambarkan situasi atau proses bersangkutan.

Bab 3
Bahasa dalam Uraian Kefilsafatan


Filsafat Bahasa
Fakta menunjukkan bahwa ungkapan dan hasil-hasil perenungan kefilsafatan tidak dapat dilakukan tanpa bantuan bahasa. Maka untuk bekerja selanjutnya dalam usaha memahami filsafat dan tugas seorang filsuf, kita akan mempelajari bahasa yang digunakan dalam urusan kefilsafatan.
Pembedaan antara berbicara tentang filsafat dan dalam filsafat. Pertama-tama perlu diingat bahwa kita berbicara tentang filsafat. Tetapi berbicara tentang filsafat merupakan bagian berbicara did lam filsafat. Dengan perkataan lain, berbicara tentang filsafat merupakan suatu cabang.
Hakikat bahasa. Bahasa tersusun dari perangkat-perangkat tanda yang digabungkan dengan cara-cara tertentu. Ada tanda-tanda satu demi satu, eperti yang ditunjukkan oleh huruf-huruf abjad.
Perkataan-perkataan dalam bahasa kefilsafatan merupakan perkataan-perkataan yang telah memperoleh makna khusus. Dalam bahasa kefilsafatan khuusnya, yang penting ialah hendaknya kita jangan merasa sudah puas dalam hal makna yang dikandung oleh suatu istilah. Janganlah kita beranggapan telah mengetahui sepenuhnya makna yang dikandung oleh suatu istilah. Bahkan ebaliknya, kita justru harus selalu siap beranggapan bahwa kita mengetahui maknanya.
Symbol dan perkataan. Kata-kata atau istilah-istilh merupakan symbol-simbol. Ini berarti, perkataan-perkataan atau istilah-istilah merupakan tanda-tanda yang sudah terbiasa dipakai untuk menunjuk sesuatu yang terdapat di balik perkataan-perkataan atau istilah-istilah itu sendiri.
Makna perkataan. Barang sesuatu yang ditunjuk oleh suatu tanda atau perkataan dinamakan yang diacunya (referent) atau makna objektifnya. Sering sangat sukar menentukan apa yang ditunjuk oleh perkataan. Hendaklah diingat bahwa tanda yang sama dapat menunjukkan perkataan-perkataan yang secara semantic dan/atau pragmatic dalam keadaan yang berbeda.
Kalimat dan pernyataan. Jika kata-kata dipersatukan sesuai dengan aturan-aturan sintaksis (tata bahasa) suatu bahasa, maka terjadilah kalimat-kalimat. Ada empat cara yang dimungkinkan untuk berbicara tentang suatu pernyataan. Kita dapat menanyakan:
1. Pernyataan itu digunakan untuk apa?
2. Apakah makna pernyataan itu?
3. Apakah pernyataan itu benar ataukah sesat?
4. Apakah sintaksis pernyataan itu?
Pertanyaan yang diebut terakhir tercakup dalam bidng khusus logika, sedangkan pertanyaan yang pertama termasuk dalam bidang prakmatika.
Penggunaan pernyataan. Pernyataan dapat digunakan untuk sejumlah tujuan. Suatu pernyataan dapat digunakan untuk memuat pengetahuan walaupun setelh dianalisa mungkin ternyata tidak demikian. Yang demikian ini dapat terjadi baik karena pernyataan itu tidak mengandung makna. Pernyaan kefilsafatan digunakan untuk memuat pengetahuan. Karena itu bila mempertimbangkannya, perlu dinyatakan:
 Apakah makna pernyataan itu?
 Apakah pernyataan itu benar atau sesat/
Ada cara lain penggunaan pernyataan. Pernyataan dapat digunakan untuk mendorong serta mengarahkan perbuatan orang lain.
Aturan-aturan terpokok suatu bahasa. Bahasa yang digunakan dalam uraian kefilsafatan terdiri dari seperangkat istilah dan seperangkat pernyataan yang dibentuk dari istilah-istilah tadi ditambah dengan istilah-istilah lain dalam maknanya yang lazim,yang diambilkan dalam bahasa yang digunakan oleh sang filsuf (misalnya,bahasa inggris).suatu bahasa yang lengkap terdiri dariseperangkat istilah dan tiga perangkat aturan.perangkat aturan pertama bersifat semantik.aturan-aturan ini menerangkan hubungan antara ungkapa-ungkapan bahasa dengan hal-hal yang ditunjukan.aturan – aturan tersebut dapat dibagi lebih lanjut sebagai berikut.
a) aturan – aturan pembentukan.aturan – aturan ini menerangkan kapankah seperangkat tanda menunjukkan suatu pertanyaan.
b) aturan – aturan yang melukiskan apakah yang ditujukkan oleh macam – macam tanda tertentu.
c) aturan – aturan yang melukiskan bilamanakah suatu pernyataan dikatakan mengandung ‘kebenaran’.
PRAGMATIKA. Jika kita mulai menyusun suatu bahasa,katakanlah matematika,maka kita tidak akan bersangkutan dengan pragmatika.tetapi dalam mempelajari hasil – hasil yang dicapai oleh seorang filsuf dan khususnya menentukan makna – makna yang diberikannya,kita perlu memperhatikan bagaimana ia mempergunakan istilah – istilah tertentu dan rangka emosi dan sosial dari istilah tersebut.
Pernyataan – pernyataan kefilsafatan yang mendasar
istilah – istilah terpokok yang paling banyak digunakan di dalam filsaf .
1. Yang – ada(Being)
Istilah yang paling umum.istilah ‘yang ada’memiliki bermacam makna.sebagian orang menjumbuhkannya dengan dua istilah yang lain – esensi dan eksistensi.
‘Yang - tiada ‘(non – being)merupakan istilah yang tidak mengandung makna,dan tidak menunjuk kepada apapun.
2. Kenyataan (Reality)
Yang – nyata sebagai yang – dapat dipercaya.segala sesuatu mempunyai sifat ‘yang – ada’,namun tidak semua hal bersifat nyata atau merupakan kenyataan.
Kenyataan dapat juga didefinisikan sebagai sesuatu yang ditangkap dalam tangkapan yang dapat dipercaya,yang dilawankan dengan apa yang ditangkap dalam impian atau khayalan .
3. Eksistensi (existence)
Eksistensi mengandung pengertian ruang dan waktu.eksistensi merupakan keadaan tertentu yang lebih khusus dari sesuatu.apapun yang bereksistensi tentu nyata ada,tetapi tidak sebaliknya,sesuatu hal dikatakan bereksistensi jika hal itu adalah sesuatu yang,menurut W.T.stace,bersifat public.bersifat public artinya objek itu sendiri harus dialami atau dapat dialami oleh banyak orang yang melakukan pengamatan.di sini yang dimaksudkan dengan pengalaman ialah pengalaman inderawi.
4. Esensi (Essence)
Esensi ialah hakikat barang sesuatu. kini kita membicarakan sejumlah istilah yang berhubungan dengan sesuatu yang khusus. Perhatikanlah sustu segitiga. suatu segi tiga tidak bereksitensi,karena apa yang kita jumpai di dalam eksitensi hanyala hal – hal yang mendekati segitiga. namun demikian,suatu segitiga bersifat nyata. segitiga itu bukan impian atau khayalan. segitiga merupakan satuan yang konseptual atau akali.
5. Substansi (substance)
Wahana bagi sifat – sifat.hubungan antara substansi dengan esensi adalah serupa dengan hubungan antara eksistensi dengan kenyataan. Setiap substansi mengandung pengertian esensi,tetapi tidak setiap esensi mengandung pengertian substansi.
Subtansi ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas – kualitas serta sifat – sifat kebetulan yang dipunyai barang sesuatu.
Tampaknya kualitas suatu objek,adanya tergantung pada substansi,yakni ‘sesuatu’ yang mendasari.john locke menunjukkan bahwa kita tidak akan dapat mengetahui suatu substansi secara langsung tetapi secara tidak langsung. Karena itu ia menamakan substansi terdalam itu sebagai sesuatu yang saya tidak tahu apa
6. Materi (Matter)
Suatu jenis substansi. Materi dapat dilihat dari banyak cara yang berbeda-beda. Kadang-kadang kita berbicara tentang materi barang sesuatu, dan secara sederhana yang kita maksudkan ialah substansinya.
7. Bentuk (Form)
Bentuk ialah struktur. Perkataan ‘bentuk’ mempunyai sejumlah makna.Salah satu di antaranya dapat kita jumpai dalm acara berikut ini.Perhatikanlah suatu meja kayu. Saya kira kita akan sependapat bahwa pada meja itu dapat dibedakan dua unsur yang kedua-duanya mutlak dperlukan agar terdapat suatu meja tersebut. Pertama-tama, ada kayunya. Jelas bahwa mja kayu ini tidak aka nada jika tidak terbuat dari kayu. Diatas kita telah bersepakat untuk menyebut kayu sebagai materi yang darinya meja itu dibuat. Tetapi perhatikanlah bahwa kayu yang sama itu dibuat mejadi kursi atau tempat tidur.
8. Perubahan (Change)
Perubahan sebagai suatu proses. Kita dapat mendefinisikan perubahan sebagai apa yang terjadi bila sesuatu hal yang lain dari hal itu sendiri. Dengan kata lain, perubahan adalah peralihan sesuatu hal dar keadaannya (sekarang).
9. Sebab-Sebab (Causality)
Sebab-akibat sebagai keadaan yang berhubungan . Ini salah satu di antara istilah-istilah yang paling sulit dalam kamus kefilsafatan. Saya merasa sangat berbahagia jika saya dapat memberikan definisi yang memadai. Salah satu di antara kesulitan-kesulitan dalam menjelaskan istilah ‘kuasalitas’ adalah karena istilah tersebut sedemikian rupa terjalinnya dengan pengalaman sehingga kita smuanya merasa pasti telah mengetahui dengan tepat maknanya. Tetapi sesungguhnya kita tida mengetahuinya. Suatu sebab sering di kira sebagai suatu perantara yang mengadakan perubahan atau mencegah perubahan. Penjelasan seperti ini pun bahkan terdapat kesukaran.
10. Hubungan (Realion)
Relasi sebagai koneksi. Istilah ini merupakan salah satu di antara pengertian-pengertian terdalam, yang terhadapnya kita hanya dapat menunjukkan unsr-unsur tertentu tanpa mencoba untuk meberikan suatu definisi yang cermat. Dua hal dikatakan berhubungan jika hal-hal tersebut saling berkaitan, atau jika ada suatu koneksi di antara dua hal tersebut.
Ada banyak macam relasi. Misalnya, relasi dalam ruang , dalam waktu, dlam kulitas, daam kuantitas dalam asal-usul keturunan, dan sebagainya . Banyak diantara masalah-masalah filsafat yang paling menarik berkaitan dengan penyelidikan terhadap hubungan-hubungan yang khusus.
Makna pernyataan dan Verifikasinya
Uraian di bawah ini merupakan perlengkapan dari daftar istilah-istilah ynga telah saya buat, yang maknanya seharusnya kita ketahui dengan baik. Keuntungan tidak kecil yang diperoleh dari mempelajari filsafat ialah diperolehnya kamus yang semakin tebal yang memungkinkan diperluasnya batas lingkup ungkapan pikiran kita
Satu hal yang harus sungguh-sungguh diingat adalah, jika sebelumnya orang hanya berpegangan pada atau menerima salah satu metode untuk menguji kebenaran maka mungkin ia tidak akan mampu menentukan kebenaran suatu pernyataan yang menyangkut suatu bahan penyelidikan yang tidak dapat di uji secara demikian
Kebenaran suatu pernyataan. Ketika menbicarakan makna pernyataan (a) saya telah mencba mengindari pertimbanagan tentang benar atau sesaatnya pernyataan tersebut “kebenaran” ialah sesuatu yang kita berikan sebagai predikat kepada suatu pernyataan ,jika pernyataan itu sungguh – sungguh telah diverifikasi.jika hasil verifikasinya berlawanan dengan pernyataan tersebut, maka kiya katakana prnyataan itu sesat.’benar’ dan ‘sesat’merupakan predikat – predikat pernyataan dan melukiskan hubungan antara pernyataan dengan apa yang di ungkapkan dengan pernyataan tersebut. Karena itu,istilah ‘benar’ dan ‘sesat’ dinamakan istilah – istilah semantik.

DAFTAR PUSTAKA

Kattsoff,Louis O. Pengantar Filsafat.Yogjakarta: Tiara Wacana, 2004



RESEPSI SASTRA

RESEPSI SASTRA

1. Pendahuluan
Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra dihasilkan untuk pembaca (audiens). Pengarang menghasilkan karya sastra karena dorongan minat dan bakat seninya, imajinasinya, dan kreativitasnya. Tentu saja iamenyampaikan suatu pesan (makna niatan) kepada masyarakat pembacanya melalui karya sastra.
Menurut Nani Tulilo dalam bukunya “Kajian Sastra” , karya sastra adalah suatu aspek budaya yang dapat dipakai sebagai dokumentasi budaya, sejarah, atau juga refleksi kehidupan masyarakat pada saat karya itu dihasilkan. Tanpa pembaca, karya sastra adlah suatu benda mati tanpa punya arti atau makna. Menurut Jauss yang dikutip Nani Tulilo bahwa kehidupan historis sebuah karya sastra tidak terpikirkan tanpa partisipasi para pembaca. Membaca itu mempunyai peran aktif, bahkan merupakan kekuatan pembentuk sejarah (Jauss, dalam Nani Tulilo, 2000: 72).
2. Pengertian Resepsi Sastra
Secara definitive resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi didefinisikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. (Nyoman Kutha Ratna, 2011: 165)
3. Sejarah Resepsi Sastra
Masalah-maslah yang berkaitan dengan kompetensi pembaca mulai timbul di kalangan strukturalis Praha, dengan adanya pergeseran pandangan dari analisis unsure menuju ke aspek-aspek di luarnya yang dikenal sebagai strukturalisme dinamik yang dikemukakan oleh Mukarovsky ssekitar tahun 1930, dilanjutkan oleh Felix Vodicka, muridnya Jusz.
Resepsi sastra tampil sebagai sebuah teori dominan sejak tahun 1970-an dengan pertimbangan :
a. Sebagai jalan ke luar untuk mengatasi strukturalisme yang dianggap hanya memberikan perhatian terhadap unsure-unsur
b. Timbulnya kesadaran untuk membangkitkan kembali nilai-nilai kemanusian dalam rangka kesadaran humanism universal
c. Kesadaran bahwa nilai-nilai karya sastra dapat dikembangkan hanya melalui kompetensi pembaca
d. Kesadaran bahwa nilai karya seni disebabkan oleh pembaca
e. Kesadaran bahwa makna terkandung dalam hubungan ambiguitas antara karya sastra dengan pembaca
Dalam menganalisa penerimaan suatu karya sastra ada hal-hal berikut mengapa kita penting mempelajari resepsi sastra. Menurut Vodicka hal-hal berikut ini adalah alasan mengapa penting mempelajari resepsi sastra.
a. Rekonstruksi kaidah sastra dan kompleks anggapan tentang sastra pada suatu masa.
b. Rekonstruksi sastra suatu masa, misalnya mengenai kelompok karya yang biasanya menjadi objek penilaian yang ada ketika itu, dan lukisan tentang hirarki atau urutan nilai sastra pada suatu masa.
c. Studi tentang konkretisasi karya sastra (yang semasa dan yang lalu), misalnya studi tentang bentuk sebuah sastra, terhadap mana kita lontarkan pengertian kita mengenai masa itu (melalui kongkretisasi yang kritis)
d. Studi tentang keluasaan pengaruh/kesan dari suatu karya ke dalam lapangan sastra / bukan sastra. (Vodicka,dalam Umar Junus,1985: 31)
4. Resepsi dan Penafsiran
Luxemburg, dkk. (1984:62) membedakan antara resepsi dan penafsiran. Ciri –ciri penerimaan atau resepsi adalah reaksi, baik langsung maupun tidak langsung. Penafsiran bersifat lebih teroritis dan sistematis oleh karena itu termasuk bidang kritik sastra.
Resensi novel di surat kabar termasuk resepsi, sedangkan pembicaraan novel tersebut di majalah ilmiah termasuk penafsiran.namun dalam perkembangannya sekarang resepsi sastra sudah disertai dengan penafsiran dan bahkan penafsiran yang sangat rinci.

Contoh studi resepsi sastra

Bunda dan anak
(Rustam Effendi, 1925)
Masa jambak
Buah sebuah
Diperam dahan di ujung dahan
Merah darah
Beruris-uris
Bendera masak bagi selera

Lembut umbut,
Disantap sayang
Keroak pipi pengobat haus
Harum baun
Sumarak jambak
Di bawah pohon terjatuh ranum

Lalu ibu
Dipokok pohon
Tertarung hidung,terjatuh mata
Pada pala,
Tinggal sepanggal
Terpecik liur di bawah lidah

Belum jambu
Masuk direguk,
Terkenang anak, terkalang di rangkung
Dalam talam,
Bunda bersimpan
Menanti put’ra sibungsu sulung

Anak lasak
Tersera-sera
bunda berlari mengambil jambu
Ibu sugu
Buah sebuah,
Sedapnya masa dirasa ibu


Sajak itu dapat diintrepretasikan sebagai berikut:
I. Bait 1 dan 2
Cerita tentang buah jambu yang ranum, yang menerbitkan selera yang telah jatuh ke bawah pohon.
II. Bait 3 dan 4
Ibu menemui buah jambu itu, yang hanya tinggal sepenggal karena sudah dimakan burung. Ibu ingin mereguknya, tapi ingatan kepada anaknya menyebabkan ia mengurungkan maksudnya. Jambu itu disimpannya dalam talam untuk dimakan anak tunggalnya bila anaknya pulang nanti
III. Bait 5 dan 6
Bila si anak pulang, ibu dengan segera menyuguhkan jambu itu kepadanya, kepuasan anaknya juga kepuasannya sendiri. Tapi lai lagi penerimaan anaknya. Anaknya merungut dan merajuk. Cinta bundanya disangkanya bakhil. Karena itu, jambu itu dilemparkannya ke luar pagar. Dan ibu itu hanya diam mengurut dada. (Umar Junus,1985: 23)
Karya Rustam effendi di atas tidak akan berkata apa-apa, hanya suatu “cerita” biasa, bila karya itu tidak diberikan interpretasi yang imajinatif.
Kehidupan Resepsi sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu.Pembaca selaku pemberi makna adalah variabel menurut ruang, waktu dan golongan sosial budaya. Menurut perumusan teori ini, dalam memberikan sambutan terhadap sesuatu karya sastra, pembaca diarahkan oleh horizon harapan. " Horizon harapan " ini merupakan reaksi antara karya sastra di satu pihak dan sitem interpretasi dalam masyarakat penikmat di lain pihak.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikembangkan batasan resepsi sastra adalah bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. (Nani Tulilo,2000: 72)
Tanggapan itu mungkin bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya sastra itu, atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Mungkin pula bersifat aktif, yaitu bagaimana ia merealisasikannya.
Resepsi dapat pula diartikan sebagai proses penciptaan makna,yang menyadari instruksi-instruksi yang diberikan dalam penampilan linguistic teks tertentu. Yang menjadi objek penelitiannya bukan teks karya sastra itu, tetapi konkretisasinya bukan artefak melainkan objek estetisnya (Fokkema,1998:74)
5. Sistematika Unsur-unsur Resepsi Sastra dan Probematikanya
a. Pembaca
Pembaca karya sastra terbagi dua yaitu pembaca biasa dan pembaca ideal. Pembaca ideal dibagi yaitu “pembaca yang implisit” dan pembaca yang eksplisit”
Pembaca biasa adalah pembaca dalam arti sebenarnya, yang membaca suatu karya sebagai karya sastra, bukan sebagai bahan penelitian. Dalam resepsi sastra diperhatikan bagaimana reaksi pembaca biasa ini terhadap suatu karya sastra.
Pembaca ideal adalah pembaca yang dibentuk/diciptakan oleh penulis atau peneliti dari pembaca (pembaca) biasa berdasarkan variasi tanggapan mereka yang tak terkontrol, berdasarkan kesalahan dan keganjilan tanggapan mereka, berdasarkan komptensi sastra mereka yang putus-putus, atau berdasarkan berbagai variable lain yang menganggu. Pembaca yang diciptakan ini mungkin ada dalam teks atau di luar teks, dan dapat digunakan peneliti untuk meneliti peranan pembaca dalam suatu lukisan yang rasional.
Dengan begitu, dalam resepsi sastra ,”kesalahan” pemahaman bukan kesalahan, tapi suatu yang wajar.
 Pembaca implisit ialah ialah pembaca yang memainkan peranan bagaimana suatu teks dapat dibaca.
 Pembaca eksplisit adalah pembaca kepada siapa suatu teks diucapkan. Pembaca itu mungkin dinyatakan secara langsung sebagai yang ada
b. Legetica dan Poetica
 Legetica ; suatu teori bagaimana proses pembacaan dari seorang pembaca diterangkan dan juga bagaimana semestinya suatu penerimaan dalam suatu proses pembacaan.
 Poetica ; teori tentang cara suatu teks dapat dilukiskan sesuai dengan perspektif estetika karya itu.
c. Horison Penerimaan dan Kongretisasi
Diistilahkan dengan Cakrawala harapan atau horizon penerimaan. Horizon harapan adalah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra.
Klasifikasi horison harapan
 Periodisasi sastra
 Karya (ragam) sastra
 Pengarang
6. Bentuk Penelitian Resepsi Sastra
a. Resepsi secara sinkronis
Meneliti karya sastra dalam hubungannya dengan pembaca sezaman. Sekelompok pembaca, misalnya memberikan tanggapan baik secara sosiologis maupun psikologis terhadap sebuah karya sastra
b. Resepsi secara diakronis
Meneliti tanggapan pembaca yang melibatkan sepanjang sejarah karya sastra tersebut. Contohnya karya sastra dengan problematika tersendiri, seperti novel Belenggu, cerpen Langit Makin Merah, puisi-puisi Chairil Anwar dan Rendra memiliki cirri-ciri reseptif yang sangat kaya untuk dianalisis.
Penelitian secara diakronis memerlukan data documenter yang memadai.
Metode dan penerapan resepsi sastra dapat dirumuskan ke dalam tiga pendekatan
1. Penelitian resepsi sastra secara eksperimental,
2. Penelitian resepsi lewat kritik sastra,
3. Penelitian resepsi intertekstualitas

DAFTAR PUSTAKA
Fokkema, D.W dan Elrud KunnnIbsch terjemahan J. Praptadiharja.1998. Teori Sastra Abad Kedua Puluh. Jakarta: 1998
Junus, Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Tuloli, Nani. 2000. Kajian Sastra. Gorontalo: BMT “Nurul Jannah”

Back Home Pasien Covid

Good bye Wisma Atlet Hari ke-14 di Wisma Atlet "Menunggu Surat" Senin, 4 Januari 2021 Ini hari ke-14 di Wisma Atlet. Katanya kami ...