MENUMBUHKAN BUDI PEKERTI DAN MENDUKUNG PENINGKATAN LITERASI ANAK
DENGAN
MEMAKSIMALKAN EKOSISTEM DALAM KELUARGA
Ditulis oleh
Dra. Hj. Seni Asiati, M.Pd
- Sediakan prasana dan sarana yang dapat dijangkau anak
- Libatkan semua anggota keluarga untuk membaca
Dalam ekosistem,
organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik
sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik,
sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.
Sebagai
ekosistem dalam keluarga, orangtua merupakan individu yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan. Ekosistem dapat dianggap
sebagai suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara semua elemen
lingkungan yang mempengaruhi satu sama lain. Sayangnya ekosistem keluarga kita
belum terbangun karena penumbuhan budi pekerti belum menyentuh pembentukan
kultur keluarga sebagai komunitas moral.
Orangtua sebagai
bagian dari ekosistem keluarga masih belum menumbuhkan semangat literasi bagi anak
sebagai pribadi yang sedang tumbuh. Contoh nyata dari tidak adanya ekosistem
keluarga yang menjadikan sebagai
komunitas moral / budi pekerti adalah adanya inkonsistensi kebijakan. Perbedaan
perlakuan dari ayah dan ibu yang berbeda memungkinkan pembentukan budi pekerti
yang salah.
Literasi di rumah
masih belum sepenuhnya menjadi pokok utama yang harus ditumbuhkan. Sementara
ekosistem di keluarga mencangkup semua anggota yang berada dalam lingkungan
rumah bahkan asiten rumah tangga dapat dilibatkan dalam gerakan literasi dalam
keluarga. Ajari asisten rumah tangga untuk membacakan cerita bukan menonton TV
bersama-sama saja.
Semakin majunya
teknologi membuat anak malas untuk berinteraksi secara langsung dalam keluarga.
Satu contoh ketika keluarga inti berkumpul santai di rumah, sangat jarang
ditemukan ibu atau ayah yang mengajak anak untuk sama-sama membaca bahan bacaan
yang ada misalnya berita yang terdapat di koran atau ibu sekadar mencuri waktu
anak untuk membacakan cerita yang ada di majalah anak atau remaja. Bahan bacaan
yang salah pada anak, pemicunya juga karena kurangnya interaksi dan peran
orangtua untuk memilih dan terlibat dalam bahan bacaan anak. Tidak jarang anak
membeli dan membaca sendiri bahan bacaan tanpa melibatkan orantua.
Tumbuhkan minat
baca pada anak dapat dengan berbagai
cara. Cara termudah adalah membaca
dengan nyaring isi berita yang ada di koran sehingga anak menyimak apa informasi yang dibacakan, sehingga tidak
sibuk dengan ponsel atau game online yang semakin merantai pikiran anak. Ajak
anak untuk mendiskusikan isi informasi ditinjau dari budi pekerti, baik atau
buruk berita yang timbul.
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas
membaca dan menulis. Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa
literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat.
Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan
pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).
Budaya literasi
merupakan suatu proses sekaligus hasil dari pergulatan (dialektika) antara apa
yang dikehendaki (karsa), suasana batin (rasa), dan apa yang dilakukan (karya)
manusia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Ada pertautan antara tingkat
penguasaan literasi dengan kualitas hidup masyarakat. Semakin maju masyarakat
atau bangsa ditunjukkan dengan tingkat budaya baca-tulis yang tinggi pula.
Budaya baca-tulis (sebagaimana firman Allah dalam al Quran surah al Alaq: Iqro)
terbukti memberikan pencerahan untuk hidup yang lebih baik dan berkualitas.
Lingkungan
keluarga yang akrab dengan literasi mendorong anak untuk tumbuh kembang dengan
segala karsa, rasa dan ciptanya. Bacaan yang mendidik dan melalui pembiasaan
dapat menumbuhkembangkan budi pekerti. Kebiasaan ibu atau bapak yang
mendongengkan sebuah cerita ketika anak akan tidur menjadi kebiasaan yang baik
untuk tumbuh kembang budi pekerti. Kesantunan dalam berbicara dan keteladanan
yang didengar anak ketika seorang ibu membacakan dongeng menjadi makanan yang
bergizi untuk otak.
Prof. Dr. Ki Supriyoko, M.Pd. dalam tulisannya dengan judul
“Minat Baca dan Kualitas Bangsa” di Harian Kompas Selasa, 23 Maret 2004,
menyatakan: “ Secara teoritis ada hubungan yang positif antara minat baca (reading interest) dengan kebiasaan
membaca (reading habit) dan kemampuan
membaca (reading ability). Rendahnya
minat baca masyarakat menjadikan kebiasaan membaca yang rendah, dan kebiasaan
membaca yang rendah ini menjadikan kemampuan membaca rendah. Itulah yang sedang
terjadi pada masyarakat kita sekarang ini.”
Suherman dalam
bukunya (2010:71) menuliskan “untuk menuju perubahan budaya (budaya membaca),
langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara mengubah paradigma jika
kita ingin menggali lebih banyak manfaat dari membaca. Kita harus mulai
menempatkan minset ke jalan yang benar bahwa membaca adalah sebuah kebutuhan
jika ingin bertahan hidup dalam persaingan global yang semakin ketat.”
Literasi dalam
keluarga bila dimaksimalkan akan menjadikan bangsa ini khususnya anak Indonesia
menjadikan baca-tulis sebagai budaya hidup
bukan gaya hidup. Budi pekerti anak akan lebih baik bila mereka lebih
banyak mengonsumsi bacaan pilihan serta keteladanan orang-orang di sekitarnya.
Keluarga, teman sebaya, sekolah dengan semua jajarannya, serta masyarakat luas
sangat mempengaruhi budi pekerti anak. Masalah besar yang kita hadapi sekarang
adalah minimnya sosok yang bisa diteladani oleh siswa. Ada kontradiksi antara
dunia idealisme yang diterima di sekolah dengan realita dalam media elektronik
dan media sosial. Siswa gamang dalam mengenali dirinya sendiri di tengah
kegelisahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Apa yang mereka dengar, apa
yang mereka baca menjadi suatu referensi untuk literasi siswa.
Budaya membaca memang menjadi mahal jika melihat kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat. Di tengah kebutuhan hidup yang semakin
tinggi, masyarakat belum berpikir untuk menjadikan buku sebagai menu utama
dalam daftar belanjanya. Hal ini dimaklumi karena rendahnya kualitas hidup
masyarakat. Pengetahuan masyarakat rendah karena budaya membaca masyarakat
rendah.
Sebuah upaya
yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan smasyarakat
sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui
pelibatan publik. Cara
dan strategi yang dibangun akan mempengaruhi
hasil literasi anak yang akan diperoleh secara maksimal jika memang
dilaksanakan dengan melibatkan ekosistem keluarga. Semoga apa yang dilakukan
dengan pelibatan ekosistem keluarga dapat menumbuhkan budi pekerti dan
mendukung peningkatan literasi pada anak khususnya dan masyarakat Indonesia
pada umumnya.
Budi pekerti yang baik tak akan memunculkan berbagai tindak
kriminalitas di masyarakat. Sesuatu yang baik harus dimulai dari yang terdekat.
Tidak ada salahnya membiasakan membaca disetiap kesempatan dan disetiap waktu.
Pada akhirnya
budaya literasi dapat mengasah kepekaan (sensitivitas), ketajaman, dan
kecendikiaaan akal dan hati yang dalam wujud kesehariannya disebut budi pekerti
atau akhlak. Oleh karena itu, kita berupaya menumbuhkembangkan budaya baca-tulis
agar anak Indonesia (dan kita semua) lebih tercerahkan akal dan hati kita
sehingga mampu membangun keluhuran budi pekerti atau akhlakul karimah.