Saturday, March 28, 2009

THE COMING ELECTION Versus THE COMING NATIONAL EXAM

JELANG PEMILU 2009 VERSUS JELANG UJIAN NASIONAL 2009

Bagaimana kabar Indonesia? Bagaimana kabar Jakarta? Jelang PEMILU seperti sekarang ini memang cukup hangat yang diberitakan, selain tayangan langsung persiapan PEMILU , juga berita heboh di koran nasinal maupun lokal. Bahkan hebohnya persiapan para caleg untuk mempromosikan dirinya di sejumlah jalan-jalan, tembok rumah, bahkan tiang listrik pun jadi sasaran pemasangan wajah caleg.kehebohan juga terasa di kantor tempat caleg atau pasangannya (istri/suami) bekerja. Cerita seputar kesibukan dan doa dari rekan kerja, serta sedikit promosi untuk pasangannya jadi menu wajib setiap perbincangan. Suasan kerja menjadi ikut-ikutan ramai membicarakan rekannya yang menjadi caleg. Yang ditunggu pastinya benda pa yang akan mengiringi promosi itu! Di kantor saya kebetulan ada rekan yang mencalonkan diri menjadi caleg dari sebuah partai besar. Kebetulan juga pasangannya beerja di kantor yang sama, ada untungnya juga karena kami jadi kebagian benda promosinya lumayan berguna karena ada buklet masakan, buklet tentang kesehatan dan buklet tentang doa-doa. Terima kasih untuk benda promosinya yah. Mudah-mudahan sukses (tapi jangan marah yah kalau saya nggak memilih partainya soalnya saya dah punya pilihan).

Promosi yang dilakukan para caleg sayangnya tidak ada kursus atau bimbingan belajarnya. Yah tidak seperti persiapan siswa kelas VI, kelas IX, dan kelas XII. Jelang ujian nasional mereka berlomba-lomba mendaftar dan mengikuti bimbingan belajar bahkan yang orang tuanya berlebihan materi akan memanfaatkan privat untuk mata pelajaran Ujian Nasional. Bahkan karena upaya untuk menggolkan anaknya ke sekolah unggulan atau universitas favorit mereka akan secara khusus memanggil guru ke rumah.
Tapi, .... ada tapinya nih, walaupun mata pelajaran Bahasa Indonesia ikut-ikutan diujiannasionalkan namun, sampai sekarang semua lembaga pendidikan atau penyelenggara ujian nasional tidak ada yang mengadakan bimbingan belajar bahasa Indonesia. Ha..ha..ha,...jadi ingin tertawa, pasti nggak mungkinlah diujiannasionalkan, kata siswaku mudah kok pelajaran bahasa Indonesia. Jadi nggak perlulah bimbingan belajar. Masak sih....? benar nggak soal-soal ujian ansional bahasa Indonesia mudah? Kalau saya yang mengerjakan soal ujian nasional harusnya bisa menjawabkan? Tapi itulah uniknya pelajaran bahasa Indonesia gurunya saja harus ekstra menalar jawaban apa yang seharusnya atau jawaban apa yang benar. Karena soal bahasa Indonesia suyektif, saya katakan pada siswa saya dan teman-teman sesama guru bila menganalisis soal (karena biasanya saya dan teman, juga yang lain beda pendapat mengenai kunci jawabannya) yang benar jawabannya hanya si pembuat soal. Mengapa bisa seperti itu? Yah karena nalar setiap orang dalam menganalisis teks bacaan atau wacana pasti berbeda.
Jelang ujian nasional, pastinya bukan hanya bimbingan belajar dan belajar ekstra namun doa diri sendiri dan orang tua serta motivasi untuk menuntaskan kewajiban selama tiga tahun bersekolah jadi simbol keberhasilan. Bukan keberhasilan mata pelajaran yang di UN-kan tapi keberhasilan untuk kembali melangkah ke depan dengan senyum kemenangan. Sebagai guru, saya ikut larut dalam perjuangan anak didik saya untuk mencapai kemenangan tersebut, berbagai upaya saya lakukan mulai dari menganalisis soal ujian nasional tahun sebelumnya sampai memberikan bimbingan khusus untuk siswa yang daya nalarnya masih kurang ( mudah-mudahan usaha Bunda bisa maksimal yah Nak). Walau ada juga siswa yang masih belum paham akan pentingnya pendalaman materi yang diberikan gurunya (untuk yang satu ini Bunda hanya pesan KALAU BUKAN DARI DIRI KALIAN SIAPA LAGI YANG BISA MEMBANTU!).
Jelang PEMILU dan jelang ujian nasional menjadi berita hangat di tengah dunia tentang krisis global. Bukan berita lagi lagi bila dalam satu keluarga terdapat banyak kepentingan, misalnya ayah yang siap di PHK karena pengurangan pegawai untuk mengurangi beban perusahaan, sampai ibu yang ikut pusing memikirkan anaknya yang ujian nasional dan siap menerima berita suaminya yang akan di PHK. Bahkan ibu akan kembali memutar otak memikirkan apakah anaknya setelah ujian nasional akan melanjutkan kembali. Kalau sudah demikian masih terpikirkankah untuk jelang PEMILU dengan memilih wakilnya? Apakah contrengnya akan mengatasi PHK suaminya atau membantu sekolah anaknya?
KITA TUNGGU JAWABANNYA SETELAH PEMILU

PESTA ULTAH YANG HAMPIR USAI

MY BIRTHDAY

Hari ini Kamis 19 Maret 2009, seperti biasa aku mengajar di SMA Yappenda. Lewat sembilan hari dari My Birthday walau usia 40 berlalu tapi hidup harus jalan terus. Hari itu aku mengajar di kelas XII Bahasa, kelas yang didominasi anak-anak yang manis dan penuh semangat. Mengajar di kelas itu semangat untuk berjuang bersama menghadapi UN terasa ringan dan gembira have fun.

Awalnya insiden kecil diciptakan Siti Alawiyah dan Putri, akting yang mereka mainkan membuatku bisa kaget juga padahal biasanya aku tidak mudah tertipu. Masuk ke kelas mereka ada kejutan manis buatku. Ternyata mereka menyiapkan sebuah kue tar coklat dan angka 39 di atasnya. Aku jadi tersenyum karena umurku dimudakan 1 tahun. Dengan gayanya anak-anak manis itu (eh... lupa ada juga yang cakep) memberikan ucapan selamat padaku dengan doa yang aku nggak tahu (mudah-mudahan yang baik yah?) lilin yang tertiup aku panjatkan doa agar anak-anak yang penuh ceria ini lulus ujian nasional.

Kue tar yang lumayan besar kata mereka harus dipotong. Nah bagaimana dengan potongan pertama kue, untuk siapa yah... (kalau mereka mungkin untuk sang pujaan hati yah..!)
Potongan kue itu aku berikan pada Ismi. Mengapa Ismi?
Pertanyaan itu mungkin dilontarkan oleh semua siswa atau mungkin aku sendiri. Ada yang menarik dengan Ismi, siswaku ini berbadan paling kecil, agak manja, dan sedikit perasa. Kue itu sebagai tanda terima kasihku buat Ismi, mengapa harus berterima kasih dengan ISMI?
Ada satu cerita yang mungkin juga dialami oleh semua guru di dunia. Di kelas XII Bahasa aku mengajar 2 mata pelajaran yang diUN-kan, Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia. Ada 2 kali trayout, pada trayout ke-2, ketika nilai trayout sampai ke tanganku yang aku lihat adalah nilai rata-rata kelas dan nilai terendah yang bisa dicapai siswa. Waktu itu aku terkejut dengan perolehan nilai terendah, karena menurutku tidak masuk akal kalau pencapainya hanya sebesar itu. Dan yang membuatku tambah terkejut perolehan nilai terendah itu ada pada Ismi. Sedih,kecewa tentu saja, karena aku yakin perolehan Ismi bisa lebih dari itu.
Hari itu juga aku memanggil Ismi, agar tidak merasa menggurui (walaupun aku gurunya) aku meminta bantuan Ma’wa seorang siswa yang dulu pernah juga mengalami kemorosotan dalam prestasi belajar, namun perlahan dan pasti prestasi Ma’wa malah melesat cepat (Mawa harapanku dan mungkin harapan semua guru untuk rata-rata nilai yang baik). Aku ingin Ismi belajar dari pengalaman Ma’wa. Hari itu aku melihat Ismi tertunduk lesu, pandangannya kosong. Tadinya aku tidak yakin dengannya. Ternyata Ismi dapat membuktikan padaku bahwa ia bisa bangkit dan berlari bersama teman-temannya. Trayout ke-3 Ismi membuktikannya padaku, rasa terima kasih belum sempat aku ucapkan maka ketika aku memotong kue itu aku yakin kue itu untuk Ismi. Karena Ismi telah membuka mata hatiku bahwa pendekatan seorang siswa lebih baik dengan temannya karena siswa merasa mereka sebaya. Mungkin kalau tadi aku yang melakukan akan terkesan menggurui atau bahkan mengintimidasi. Sejak saat itu metode mengajarku aku buat diskusi antarsiswa, dan siswa memprentasikan kepada teman-temanya apa yang mereka dapatkan serta mengapa mereka mendapat jawaban itu. Pengalaman dengan peristiwa Ismi aku wujudkan dalam sebuah penelitian tentang “TUTOR SEBAYA”.
Terima kasih yah buat anak-anak bahasa, kalian membuat hidup ini makin bermakna. Coba kalau semua kelas seperti kelas kalian semangat terus kami guru mengajar yah...!

KARYA TULIS

MENULIS CERPEN DENGAN SUDUT PANDANG PENCERITAAN ORANG KETIGA BERDASARKAN IDENTIFIKASI ‘POCETOK’ DALAM SYAIR LAGU
Diajukan untuk
LOMBA KREATIVITAS ILMIAH GURU XVI TAHUN 2008 Ditulis oleh
Dra. Seni Asiati
Guru SMA Yappenda Jakarta Utara
Mata pelajaran : Sastra Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulisan karya tulis ini dapat terselesaikan.
Karya tulis ini dibuat dalam rangka ikut berpartisipasi dalam “Lomba Kreativitas Ilmiah Guru XVI Tahun 2008 yang diselenggarakanan oleh LIPI.

Karya tulis ini dapat terselesaikan karena uluran tangan dan bantuan yang menyertai pembuatan karya tulis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Kepala Sekolah SMA Yappenda Drs. H. M. Bakri Siknun, M.M yang telah memotivasi penulis agar selalu menggali potensi diri,
2. Rekan-rekan guru
3. Para siswa SMA Yappenda, khususnya untuk siswa kelas XI Bahasa
4. Suami tercinta dan buah hati yang selalu menjadi inspirasi
5. Semua pihak yang membantu terselesaikannya karya sederhana ini.
Semoga semua kebaikan tersebut dibalas oleh Allah SWT.
Tentu saja karya tulis ini banyak kekurangannya, oleh sebab itu saran dan kritik selalu diharapkan. Akhirul kalam semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Jakarta , Mei 2008

Penulis
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Masalah 2
1.3 Konsep Pemecahan Masalah 2
1.4 Pembatasan Masalah 3
1.5 Tujuan Pembelajaran 3
1.6 Manfaat Penelitian 4
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Subjek Penelitian dan tempat penelitian 5
2.1.1 Subjek Penelitian 5
2.1.2 Tempat Penelitian 5
2.2 Input 5
2.3 Penyusunan Program Pembelajaran 6
2.3.1 Perumusan Tujuan Pembelajaran 6
2.3.2 Perumusan Materi Ajar 7
2.3.3 Metode Pembelajaran 7
2.3.4 Syair lagu sebagai media 7
2.3.5 Instrumen Penilaian 7
BAB III LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN MENULIS CERPEN DENGAN SUDUT PANDANG PENCERITAAN ORANG KETIGA BERDASARKAN IDENTIFIKASI POKOK-POKOK CERITA DAN TOKOH DALAM SYAIR LAGU
3.1 Menulis Cerpen berdasarkan identifikasi pokok-pokok cerita dalam
syair lagu 9
3.2 Unsur-Unsur Dalam Cerpen 9
3.3 Pelaksanaan Pembelajaran 10
3.3.1 Kegiatan Awal 10
3.3.2 Kegiatan Inti 10
3.3.3 Kegiatan Penutup 13
3.4 Penilaian Hasil Belajar 13
3.4.1 Penilian Proses belajar 13
3.4.2 Penilaian Hasil Belajar 14
BAB IV LAPORAN HASIL PEMBELAJARAN
4.1 Hasil Pembelajaran
4.1.1 Penilaian Proses (afektif) 17
4.1.2 Penilaian Hasil Karya 17
4.2 Analisis Hasil Pembelajaran 18
4.2.1 Analisis Penilaian Proses 18
4.2.2 Analisis Penilaian Hasil Belajar 18
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 20
5.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
RIWAYAT HIDUP PENULIS 23
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ANTOLOGI CERPEN PILIHAN

ABSTRAK
MENULIS CERPEN BERDASARKAN SUDUT PANDANG PENCERITAAN ORANG KETIGA BERDASARKAN IDENTIFIKASI ‘POCETOK’ DALAM SYAIR LAGU. Dra. Seni Asiati, Guru Mata Pelajaran Sastra Indonesia di SMA Yappenda Jakarta Utara

Karya tulis ini bertujuan untuk memotivasi siswa dalam keterampilan menulis cerita pendek.. Subjek penelitian karya tulis ini adalah siswa kelas XI Program Bahasa di SMA Yappenda Jakarta Jakarta.Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan selama proses pembelajaran maupun penilaian terhadap hasil skor yang diperoleh siswa.
Penelitian ini bertujuan agar siswa mampu menulis puisi dengan baik, berani tampil, berekspresi melalui rasa, raga, dan karsa di depan umum. Memahami perbedaan sudut pandang penceritaan dalam menulis cerpen. Selain itu mengajarkan siswa untuk bertindak bijak dalam berkomentar, memberikan kritik, dan belajar menyunting kaya orang lain. Guru dapat mencapai kompetensi dasar mata pelajaran yang diharapkan dan dapat mengembangkan media lain untuk memotivasi siswa dalam berkreativitas menulis sastra dalam hal ini penggunaan media syair lagu.
Pada dasarnya suatu penelitian dikatakan berhasil apabila didapat hasil yang memuaskan dari penelitian tersebut. Media syair lagu yang dipakai dalam penelitian ini ternyata dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa. Hasil karya siswa berupa kumpulan cerpen menjadi referensi di sekolah dan dipublikasikan. Rasa ingin tahu dan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar di kelas lebih baik dan lebih antusias mengikuti pelajaran. Rasa bersaing untuk berkreasi terasa baik dan termotivasi

Kata kunci: Cerpen, Sudut Pandang, Identifikasi, Pokok Cerita, Tokoh

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Cerpen merupakan sebuah dialog, kontemplasi, serta reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Pembelajaran menulis cerpen dapat membawa siswa ke dalam kehidupan dan lingkungan kehidupan mereka. Hal ini dapat dijadikan sarana yang tepat untuk melatih kepekaan siswa terhadap masalah-masalah yang ada dalam kehidupan. Kegiatan ini dapat menumbuhkembangkan siswa menjadi manusia yang berbudaya, manusia yang responsif terhadap hal-hal yang ada dalam kehidupan mereka.
Pembelajaran menulis cerpen, khususnya di SMA YAPPENDA Jakarta Utara Program Bahasa, mata pelajaran Sastra Indonesia, belum dapat mencapai hasil yang diharapkan. Kualitas karya siswa masih rendah. Masih jarang karya siswa yang berhasil dimuat di media massa. Hal ini disebabkan metode yang digunakan belum mampu mengembangkan kreativitas siswa. Sampai saat ini, ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran menulis cerpen, seperti metode ceramah, tanya jawab, penugasan, kerja kelompok, dan metode lain yang bersifat umum. Metode-metode tersebut belum secara spesifik memberikan kiat bagaimana siswa menulis cerpen. Akibatnya, permasalahan yang dialami siswa dalam menulis cerpen belum dapat teratasi.
Penggunaan metode ceramah dan tanya jawab yang dominan cenderung mengkondisikan pembelajaran menulis cerpen bersifat teoretis. Metode penugasan memang dapat mengkondisikan siswa lebih aktif, tetapi siswa tidak mendapat bimbingan yang memadahi. Menulis cerpen dengan berkolaborasi atau secara kelompok tidak dapat mewakili ekspresi pikiran dan perasaan masing-masing siswa. Kondisi ini tidak berarti bahwa metode-metode tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi, tetapi untuk menggali secara efektif kemampuan siswa dalam menulis cerpen dibutuhkan metode lain yang inovatif.

1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis ungkapkan di atas dan temuan di lapangan pada saat kegaiatan belajar mengajar di kelas penulis mengidentifikasikan berbagai permasalahan dalam pembelajaran menulis cerpen.yaitu:
1) Belum semua siswa antusias dalam pembelajaran menulis cerpen.
2) Siswa kesulitan untuk memulai menulis cerpen
3) Siswa kesulian mengembangkan tokoh dan permasalahan
4) Siswa belum mampu membedakan antara menulis cerpen dengan dengan sudut penceritaan orang ketiga dan dengan sudut penceritaan orang pertama
5) materi cerita yang didapat masih kurang digali oleh siswa
1.3 Konsep Pemecahan Masalah
Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut, diperlukan metode pembelajaran yang inovatif untuk memberikan solusi cara mengajarkan menulis cerpen pada siswa jkelas XI program Bahasa..
Antusias siswa yang rendah dapat dibangkitkan melalui pemberian motivasi. Siswa perlu dijelaskan berbagai keuntungan yang didapat jika siswa mampu menulis cerpen dengan baik. Kisah-kisah para pengarang yang telah sukses dalam berkarya dapat dijadikan sebuah teladan bagi siswa. Perlu dikemukakan juga pentingnya menulis cerpen sebagai wadahdalam mengekspresikan pikiran dan perasaan. Di samping itu, metode pembelajaran harus mampu menciptakan nuansa pembelajaran yang menarik. Siswa akan merasa tertarik apabila kehidupan siswa, pengalaman siswa, dan lingkungan kehidupan siswa dilibatkan sehingga sangat dimungkinkan tumbuhnya antusias siswa untuk mengikuti pembelajaran.
Kesulitan siswa untuk mendapatkan gagasan cerita dapat disebabkan oleh kebebasan penuh yang diberikan guru kepada siswa dalam pemilihan materi. Hal ini mengakibatkan siswa cenderung menjiplak cerita yang telah ada. Oleh karena itu, guru perlu memberikan ilustrasi problematis untuk mengawali pembelajaran. Ilustrasi tersebut akan menjadi pijakan bagi siswa untuk mengembangkan ceritanya sekaligus memudahkan siswa untuk memperoleh inspirasi.
Siswa kelas XI program bahasa adalah siswa yang diarahkan dan dimotivasi untuk lebih mencintai sastra dan mengembangkan potensi yang dimilik.Agar siswa dapat memilih, mengemas, sekaligus membedakan antara menulis cerpen dengan menulis pengalaman pribadi guru perlu memberikan suatu contoh konkret dari sebuah pengalaman pribadi dikemas ke dalam bentuk cerita dengan metode bertanya jawab. Siswa diposisikan sebagai pihak yang mengalami pengalaman tersebut. Siswa seolah-olah memiliki tanggung jawab untuk mereaksi, mengambil sikap dan tindakan karena terjadi pada dirinya. Apabila siswa telah memposisikan dirinya sebagai pihak yang mengalami peristiwa, siswa akan tersentral dalam membangun cerita pada tokoh tersebut. Dengan demikian, perbedaan antara cerpen dan pengalaman pribadi akan lebih terasa.
Untuk mengatasi materi cerita yang belum tergali dengan baik oleh siswa, kiranya perlu adanya stimulus dari luar diri siswa. Rangsangan yang datang dari luar diri siswa kiranya dapat membantu siswa menguraikan materi cerita dengan baik. Syair lagu bagi siswa SMA menjadi sesuatu yang menarik dan siswa lebih cepat memahami media dengan syair lagu alam bercerita dengan sudut pandang orang ketiga.
Beberapa konsep tersebut di atas dapat dikemas dalam sebuah metode pocetok (pokok cerita dan tokoh) dalam syair dalam menulis sebuah cerpen dengan sudut penceritaan orang ketiga.
1.4 Pembatasan Masalah
Pembelajaran kontekstual menginginkan kita agar menciptakan lingkungan belajar yang lebih nyata. Kita diharapkan dapat mengaitkan antara pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa baik ketika berada di ruang kelas maupun di luar kelas, seperti mengadakan observasi. Apakah pembelajaran menulis cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga dengan pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syair lagu dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XI ?
1.5 Tujuan Pembelajaran
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan gagasan kepada guru, bahwa ketika menyusun program pengajaran atau praktik pada materi tertentu dapat terintegrasi dengan merancang rencana pembelajaran bersama lintas bidang studi. Kelas dapat dijadikan lingkungan belajar yang lebih kontekstual, sebab dalam pembelajaran salah satu mata pelajaran dapat menunjang untuk mata pelajaran yang lain. Dengan demikian diharapkan pembelajaran akan lebih bermakna.
Tujuan pembelajaran menulis cerpen dengan penceritaan orang ketiga berdasarkan pokok-pokok cerita dalam puisi adalah:
1.5.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen
1.5.2 Tujuan Khusus
Untuk siswa :
1) Mengajarkan siswa dalam menulis cerpen dengan sudut penceritaan orang ketiga berdasarkan identifikasi pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syair lagu
2) Mengatasi hambatan siswa dalam proses belajar mengajar menulis cerpen.
Untuk guru :
1) Salah satu alternatif guru mata pelajaran Sastra Indonesia dalam mengajarkan menulis cerpen
2) Memperkenalkan materi pembelajaran yang berpihak kepada siswa yaitu pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, lingkungan dan minat siswa..
1.6 Manfaat Penelitian
Ibarat sapu lidi, sesuatu yang dikerjakan bersama tentu akan terasa lebih ringan. Sesuatu yang dikerjakan dengan sarana dan prasarana yang membantu proses pembelajaran menjadikan kegiatan belajar mengajar terasa menyenangkan. Secara khusus bagi guru dan siswa diharapkan memberi manfaat:
1.6.1 Bagi guru:
• Guru mempunyai metode yang baru dalam mengajarkan menulis cerpen pada siswa.
• Guru dapat menganekaragamkan tugas-tugas berdasarkan ide bersama sehingga siswa merasa tertantang untuk menemukan pemecahannya.
• Guru dapat bersama-sama memotivasi siswa dalam bentuk tugas yang kreatif.
1.6.2 Bagi siswa:
• Siswa mengetahui dengan jelas apa yang harus mereka kerjakan.
• Siswa merasa mampu menyelesaikan tugas mandiri yang memotivasi siswa untuk berkreasi
• Siswa merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas-tugas yang bervariasi.

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Subjek Penelitian dan tempat penelitian
2.1.1 Subjek Penelitian
Penelitian ini mengambil subjek kelas XI Program Bahasa, yang penulis ajarkan di SMA Yappenda Program Bahasa di kelas XI hanya ada satu kelas dengan jumlah siswa 26 orang . Terdiri dari 7 orang siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan.
2.1.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Yappenda yang beralamat di Jalan Swasembada Timur V/ 10 Jakarta Utara. Siswa-siswa yang bersekolah di SMA Yappenda adalah siswa-siswa yang menempatkan SMA Yappenda sebagai pilihan cadangan, setelah mereka tidak diterima di sekolah negeri. Kreatifitas dan kemampuan berpikir bagi siswa-siswa di SMA Yappenda masih jauh dari rata-rata. Diberlakukannya kurikulum KTSP yang pada awal-awalnya mengalami kesulitan, namun setelah para guru yang berjumlah 43 orang dan jumlah siswa untuk tahun ajaran 2007-2008 ini berjumlah 620 orang, membuat berbagai terobosan baru dalam melaksanakan kurikulum KTSP, kegiatan belajar mengajar menjadi terasa lebih menyenangkan. Selain itu upaya pemerintah untuk terus melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan guru di sekolah, dapat membantu terwujudnya belajar mengajr yang lebih kondusif.
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2007-2008, yaitu pada awal bulan Januari sampai bulan Februari dengan melihat jadwal tatap muka guru mata pelajaran Sastra Indonesia di kelas.
2.2 Input
Kemampuan siswa dalam menulis cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga dapat dilihat pada tabel berikut ini.

NO. ASPEK YANG DINILAI NILAI RATA-RATA
1. syair lagu dengan pokok cerita dan tokoh
60.0
2. Kesesuaian dan konsistensi sudut pandang 58.0
3. Pengembangan cerita 60.00
4 Ejaan 67.0
5 Diksi 50.0
6 Kerapihan 55.0
56.6

2.3 Penyusunan Program Pembelajaran
2.3.1 Perumusan Tujuan Pembelajaran (Kompetensi yang Diharapkan)
Setelah guru memamahami materi yang diajarkan langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan pembelajaran. Kompetensi yang ingin dicapai oleh guru dan siswa dalam materi ini harus dirumuskan dengan sebaik-baiknya.
Dalam Kurikulum 2004, tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditentukan dalam silabus. Adapun tujuan pembelajaran menulis cerpen berdasarkan identifikasi pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syai lagu dikembangkan berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator berikut ini.
Mata Pelajaran : Sastra Indonesia
Kelas/Program : XI/ Bahasa
Semester : Ganjil / I
Standar Kompetensi : 3. Memahami cerita pendek, novel, dan hikayat
Kompetensi Dasar : 3.3 Menulis cerita pendek berkenaan dengan kehidupan seseorang dengan sudut penceritaan orang ketiga
Indikator : 1) Mengamati objek (seseorang) yang akan ditulis dalam cerpen
2) Menulis cerpen berdasarkan pengamatan dengan memper-hatikan adanya penokohan, alur, latar, dan sudut pandang orang ketiga
3) Mendiskusikan dan menyunting cerpen yang ditulis
4) Mempublikasikan cerpen yang telah ditulis

2.3.2 Perumusan Materi Ajar
Merumuskn materi ajar yang akan disampaikan pada siswa haruslah memperhatikan hal-hal berikut ini:
a) tingkat kemampuan siswa,
b) perkembangan jiwa siswa, dan
c) minat siswa.
2.3.3 Metode Pembelajaran
2.3.3.1 Metode Diskusi Kelompok
Berdasarkan tujuan yang diharapkan pada pembelajaran ini diharapkan siswa menghasilkan karya yang siap untuk dipublikasikan. Untuk itu pada pelaksanaan kerja individual yang dilakukan siswa dan hasil karya yang telah dihasilkan, maka diskusi kelompok diperlukan dalam proses penyuntingan cerpen yang sudah ditulis siswa
Dengan metode ini, diharapkan dapat (1) membantu siswa belajar menjadi editor naskah dalam hal ini penggunaan EYD; (2) membantu siswa mengevaluasi kesalahan dalam menempatkan sudut pandang penceritaan; (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis dn logis terhadap suatu masalah dan hasil karya orang lain; (4) membantu siswa menyadari akan pentingnya media sebagai perangsang dalam menungkan ide dan gagasan dalam hal ini syair lagu; (5) membantu siswa untuk lebih menghargai karya cipta orang lain dan (6) mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik .
2.3.4 Syair lagu sebagai media
Untuk mempermudah penyampaian materi pembelajaran, diperlukan alat/bahan/ sumber belajar. Alat/bahan/ sumber belajar yang diperlukan dalam pembelajaran menulis cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga adalah , syair lagu berupa bahan cetak dan kaset/ CD berisi lagu.
Syair lagu yang akan dibuat diupayakan dibebaskan kepada siswa untuk memilih dengan memperhatikan beberapa hal yaitu:
1) siswa.menyenangi lagu tersebut
2) Siswa mengerti dan memahami isi yang terkandung dalam syair lagu tersebut
3) Mengandung suatu pesan/amanat
2.3.5 Instrumen Penilaian
Instrumen penilaian berupa penilaian kelas secara individu melalui skor perolehan yang didapat siswa dan sesuai kriteria ketuntasan minimal atau KKM.
KKM mata pelajaran Sastra Indonesia pada Satandar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang telah dirumuskan di SMA Yappenda berdasarkan hasil Musyawarah Guru Mata Pelajaran adalah 65.
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.
Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Rubrik Penilaian Individual
Instrumen penilaian individu berbentuk skor perolehan siswa yang diakumulasikan menjadi nilai akhir yang diperoleh siswa. Penilaian siswa dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam berkreasi dalam hal ini menulis cerpen.
2) Rubrik Penilaian Sikap (afektif)
Instrumen ini dibutuhkan untuk mengetahui sikap setiap siswa selama pembelajaran berlangsung yang meliputi keaktifan siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, kesungguhan mengerjakan tugas individu , kemauan siswa berpartisipasi mengerjakan tugasnya dalam kelompok/ di kelas.
3) Rubrik Penilaian diskusi kelompok
Penelitian pembelajaran ini menggunakan metode diskusi kelompok, maka dibutuhkan lembar tugas diskusi kelompok. Lembar tugas diskusi kelompok digunakan siswa untuk melaporkan hasil diskusinya dalam hal penyuntingan karya siswa. Dengan lembaran ini hasil kerja kelompok dapat diketahui sekaligus dapat dinilai.
Yang dinilai dalam pembelajaran ini tidak hanya menilai hasil kerja, tetapi juga menilai sikap siswa dalam bekerjasama untuk menyunting kembali karya siswa lainnya. Dengan kegiatan tersebut, diharapkan dalam diri siswa akan tumbuh sikap kritis dan menghargai karya orang lain.
BAB III
LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN MENULIS CERPEN DENGAN SUDUT PANDANG PENCERITAAN ORANG KETIGA BERDASARKAN IDENTIFIKASI POKOK-POKOK CERITA DAN TOKOH DALAM SYAIR LAGU
3.1 Menulis Cerpen berdasarkan identifikasi pokok-pokok cerita dalam syair lagu
Genre sastra menurut Sumardjo dan Saini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : Sastra Imajinatif dan non imajinatif. Sastra imajinatif terdiri dari puisi, prosa dan drama, sedangkan sastra non imajinatif terdiri dari essai, kritik, biografi, catatan dan surat-surat ( 1991 : 17 ).
Cerpen dalah singkatan dari cerita pendek, cerpen adalah cerita yang berbentuk proses yang relatif pendek. Pengertian pendek sungguh tidak begitu jelas ukurannya ( Sumardjo dan Saini, 1991 : 30 ).
Ada yang mengartikan pendek dapat dibaca selagi duduk dengan waktu yang kurang dari satu jam. Ada yang melihat dari jumlah kata yang terdapat didalamnya ( Notosusanto dalam Tarigan, 1984 : 1974 dan jassin 1991 : 69 ), menulis yang lebih tepat dalam mengartikan pendek adalah berdasarkan adanya unsur-unsur instrinsiktertentu yang tidak kompleks. Dengan kata lain, cerpen memiliki karakter, plot dan latar yang terbatas.
Seringkas atau sependek apapun, dalam sebuah cerpen pasti ada cerita. Cukup banyak batasan, definisi, dan pengertian cerpen yang dikemukakan para pakar sastrawan, sampai sekarang definisi cerpen masih sering diperbincangkan dan diperdebatkan.
Identifikasi pokok-pokok cerita dalam syair lagu adalah suatu media untuk merangsang siswa dalam menulis cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga.
3.2 Unsur-Unsur Dalam Cerpen
Cerpen sebagai salah satu karya rekaan (fiksi), merupakan satu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur. Unsur-unsur itu saling berkaitan, tidak terpisahkan satu sama lain, dan secara bersama-sama membentuk cerita (Rusyana, 1982 : 65 ). Unsur-unsur yang membentuk cerpen terdiri dari unsur eksntrinsik dan intrinsik. Unsur eksntrinsik adalah isi suatu karya sastra yang berkaitan dengan kenyataan- kenyataan di luar karya sastra itu (Sukada, 1993 :63 ). Sedang unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya satra itu sendiri yang menyebabkan karya itu hadir ( Nurgiyantoro,1998 : 23). Unsur intrinsik terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, setting, gaya bercerita,sudut pandang, amanat, dan lain-lain.
Karya sastra adalah karya estetis yang memiliki fungsi menghibur, memberikan kenikmatan emosional, dan intelektual kepada pembacanya. Untuk mampu berperan seperti itu, karya sastra harus memiliki kapaduan yang utuh diantara semua unsur penyusunnya.
Lagu dibangun oleh beberapa unsur pendukung di antaranya nada, lirik lagu, dan musik. Lirik lagu merupakan kesatuan bahasa yang digunakan pengarangnya untuk menyampaikan ide, gagasan, dan perasaannya.
Sudut pandang merupakan unsur intrinsik yang merupakan cara pengarang bercerita. Sudut pandang penceritaan terbagi dua yaitu :
1) sudut pandang orang pertama, dengan menggunkan kata ganti aku dalam bercerita dan,
2) sudut pandang orang ketiga, dengan menggunkan kata ganti ia, dia dan nama orang dalam bercerita
3.3 Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan Pembelajaran berlangsung selama 4 x 45 menit yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
3.3.1 Kegiatan Awal
Langkah-langkah kegiatan awal dalam pembelajaranini dapat dideskripsikan berikut ini:
1) Guru menyiapkan siswa untuk menerima pelajaran.
2) Guru menyampaikan tujuan dan indikator ketercapaian pembelajaran yang diharapkan .
3) Guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan disampaikan.
4) Guru bertanya jawab dengan siswa mengenai syair lagu yang diketahui siswa misalnya syair lagu Iwan Fals (Umar Bakri)
5) Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan cerpen
6) Guru mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan dengan pokok-pokok cerita dalam syair lagu yang dipahami siswa.
3.3.2 Kegiatan Inti
Langkah-langkah kegiatan awal dalam pembelajaranini dapat dideskripsikan berikut ini:
1) Siswa menentukan satu syair lagu yang disukai
Misalnya lagu Ayat-ayat Cinta (Rossa)
desir pasir di padang tandus
segersang pemikiran hati
terkisah ku di antara cinta yang rumit
bila keyakinanku datang
kasih bukan sekadar cinta
pengorbanan cinta yang agung
ku pertaruhkan
reff:
maafkan bila ku tak sempurna
cinta ini tak mungkin ku cegah
ayat-ayat cinta bercerita
cintaku padamu
bila bahagia mulai menyentuh
seakan ku bisa hidup lebih lama
namun harus ku tinggalkan cinta
ketika ku bersujud
bila keyakinanku datang
kasih bukan sekedar cinta
pengorbanan cinta yang agung
ku pertaruhkan
repeat reff
ketika ku bersujud
2) Membaca secara cermat syair lagu yang telah dipilih
3) Siswa mengidentifikasikan pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syair lagu yang telah dipahami isinya
Guru memberikan bimbingan bagaimana menentukan pokok-pokok cerita yang terdapat dalam syair lagu, siswa mencermati peristiw yang terjadi dalam setiap syair lagu yang dibacanya, sebelumnya dicontohkan satu syair lagu dan secara bersama-sama menentukan pokok-pokok cerita serta tokoh yang ada dalam syair lagu
Contoh Pokok-pokok cerita dari syair lagu Ayat-ayat cinta
• Seorang wanita yang mencintai seorang pria dengan tulus (tahap perkenalan, tokoh = seorang wanita dan seorang pria)
• Pria yang dicintai mencintai wanita lain (tahap konfliks tokoh)
• Karena rasa cinta ia rela untuk meninggalkan si pria (tahap klonplikasi dan konfliks cerita)
• Wanita tersebut mengabdikan hidupnya untuk anak yatim di sebuah desa terpencil ( tahap peleraian cerita)
4) Siswa menempatkan dirinya sebagai pencerita atau menggunakan tokoh dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga.
5) Setelah mampu mengidentifikasikan pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syair lagu sudah sudah mendapatkan sebuah kerangka dasar dalam menulis cerpen.
6) Kerangka dasar cerpen siap untuk ditulis secara utuh. Siswa menulis cerpen dengan memperhatikan kaidah penulisan cerpen dan penggunaan ejaan yang baik dan benar.
7) Tahap selanjutnya adalah mengumpulkan hasil pekerjaan siswa. Tahap ini dilakukan penilaian individual oleh guru dengan menggunakan rubrik penilaian.
8) Siswa dibagi menjadi 7 kelompok, dalam satu kelompok terdapat 5 orang siswa, karena jumlah siswa dalam kelas bahasa ada 35 orang. Kegiatan selanjutnya adalah menyunting hasil kerja. Setiap kelompok mendapat 5 hasil karya siswa. Hal-hal yang disunting meliputi sudut pandang penceritaan orang ketiga yang harus konsisten, penulisan ejaan, penggambaran pokok-pokok cerita dan tokoh yang menarik, dan kejelasan hubungan cerita dengan syair lagu.
Jika dilakukan secara objektif, kegiatan ini mampu menumbuhkan sikap bekerja sama antarsiswa antarkelompok.
9) Setelah cerpen disunting, dikumpulkan kepada guru untuk dilihat hasil penyuntingan dan kesalahan yang dilaporkan oleh tiap kelompok dalam lembar penyuntingan.
10) Memperbaiki hasil pekerjaan dengan mengetik rapih cerpen yang telah diperbaiki.
11) Mempublikasikan hasil karya dalam majalah sekolah yang terbit dan di majalah dinding OSIS. Publikasi dilakukan bergiliran karya terbaik disiapkan untuk diikutkan lomba penulisan cerpen.
Publikasi juga dilakukan dengan dibuatkan antologi cerpen pilihan, untuk lingkungan sekolah dan sebagai bahan referensi sekolah.
12) Memilih karya terbaik
Siswa dan guru menentukan karya terbaik berdasarkan hasil individu dan hasil penyuntingan dari siswa yang tidak banyak memerlukan penyuntingan mendalam. Kegiatan dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap bersaing untuk lebih maju lagi berkarya.
13) Memberikan penghargaan
Karya terbaik yang telah ditetapkan berhak diberikan penghargaan dengan pujian atau hadiah khusu berupa pengikutsertaan karya tersebut dalam lomba di tingkat kodya amupun provinsi.. Kegiatan ini sangat penting karena selain mampu membangkitkan motivasi
3. 2.3 Kegiatan Penutup
Langkah-langkah kegiatan awal dalam pembelajaranini dapat dideskripsikan berikut ini:
1) Merangkum dan menyimpulkan cara menulis cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga berdasarkan identifikasi pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syair lagu.
2) Merefleksi.
3) Memberi tugas pengayaan.
4) Menutup kegiatan belajar dengan merangkum hasil pembelajaran yang telah dicapai dalam pertemuan yang telah berlangsung.
3.4 Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar merupakan ketercapaian siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Ada dua penilaian yang digunakan yaitu penilaian proses dan penilaian hasil belajar.
3.4.1 Penilaian Proses Belajar
Penilaian ini dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung yang meliputi penilaian afektif yaitu kesungguhan siswa dalam mengikuti pelajaran.
Aspek penilaian afektif meliputi :
Aspek Skor 1 Skor 2 Skor 3
Keseriusan mengikuti pembelajaran Kurang serius, sering bercanda, mengganggu teman Masih melakukan aktivitas di luar pembelajaran Mengikuti pembelajaran dengan tertib
Kerjasama dalam diskusi kelompok Masih memerlukan bimbingan guru secara intensif Tanpa bimbingan intensif Sudah dapat membimbing teman
Waktu Waktu yang tersedia tidak cukup Selesai sesuai waktu yang tersedia Selesai sebelum waktu berakhir

Skor maksimal yang harus diperoleh siswa adalah 9
Penghitungan skor dengan rumus sebagai berikut :
Skor perolehan X 100 = Nilai Akhir
Skor Maksimal

Misalnya : Natasha
Skor perolehannya 25 maka nilai akhir Natasha:
8 X 100 = 88,8
9

3.4.2 Penilaian Hasil Belajar
Aspek yang dinilai dalam pembelajaran ini adalah:
1) Kesesuaian syair lagu dengan pokok cerita dan tokoh
2) Kesesuaian dan konsistensi sudut pandang yang digunakan
3) Pengembangan cerita
4) Ejaan yang digunakan
5) Diksi, penggunakan bahasa
6) kerapihan dalam penulisan

BAB IV
LAPORAN HASIL PEMBELAJARAN

4.1 Hasil Pembelajaran
Kemampuan siswa dalam menulis cerpen dengan sudut penceritaan orang ketiga berdasarkan identifikasi pokok-pokok cerita dan tokoh dalam syair lagu menampakkan kemajuan lebih dari 10 persen. Pada proses pembelajaran siswa sudah dapat bekerja secara mandiri dan dapat menuangkan ide serta gagasannya dalam menulis cerpen.
Media syair lagu sebagai rangasangan untuk menulis membantu siswa dalam mengembangkan pokok-pokok cerita menjadi suatu cerita pendek yang utuh. Proses pembelajaran setiap aspek dapat dilalui siswa dengan baik , lebih jauh penulis deskripsikan sebagai berikut:
4.1.1 Penilaian Proses (afektif)
1) Keseriusan mengikuti pelajaran , siswa sudah mampu mengikuti pelajaran dengan tertib dan konsentrasi pada materi
2) Diskusi kelompok,dalam diskusi kelompok untuk menyunting hasil pekerjaan temannya siswa sudah dapat berkerjasama dalam kelompok dengan mandiri
3) Waktu yang tersedia dengan media syair lagu dan menentukan pokok-pokok cerita serta tokoh dapat digunakan siswa dengan baik.
4.1.2 Penilaian hasil karya
1) Syair lagu dengan pokok cerita dan tokoh
Siswa sudah dapat menyesuaikan syair lagu dengan pokok cerita dan tokoh dengan baik. Keragaman pokok-pokok cerita dan penggambaran tokoh yang kuat menjadikan cerpen karya siswa menjadi bervariasi. Walaupun syair lagu yang diambil lebih banyak syair lagu yang bertema cinta
2) Kesesuaian dan konsistensi sudut pandang
Siswa sudah mampu secara konsisten bercerita dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga dari awal hingga akhir cerita.
3) Pengembangan cerita
Cerita dikembangan dengan menarik, konflik yang dikemukakan lebih baik dan pengembangan cerita terasa gaya remaja siswa.
4) Ejaan
Sebagian siswa sudah dapat menggunakan ejaan yang sesuai dengan kaidah, penggunaan tanda baca, pemenggalan dialog dan penggunaan huruf kapital sudah dapat ditulis siswa dengan benar.
5) Diksi
Pilihan kata atau diksi yang digunakan siswa dalam karyanya cenderung menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan para remaja dalam pergaulannya. Penggunaan ungkapan baru dan ungkapan yang menarik sudah banyak digunakan siswa dalam karyanya. Namun, siswa juga masih menggunakan bahasa yang digunakan di kalangan remaja pada umumnya. Selama digunakan dalam konteks (situasi, tempat, dan penutur) yang tepat, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Namun, ada sebagian karya siswa yang sudah mampu menggunakan pilihan kata dengan tepat. Siswa sudah mampu menggunakan kata-kata baku tanpa mengurangi keefektifan dan kekomunikatifan dialog. Keberhasilan siswa dalam penggunaan pilihan kata yang tepat ini tidak terlepas dari pemilihan materi ajar yang disajikan guru yaitu sesuai dengan tingkat kemampuan dan minat siswa.
6) Kerapian
Walaupun tidak begitu mendasar, kerapian dalam menulis cerpen harus diperhatikan karena ini akan menyangkut kelancaran pada saat naskah tersebut dipublikasikan. Kekurangrapian dalam penulisan, misalnya tidak terbaca, atau banyaknya coretan dapat mengaburkan penyuntingan yang dilakukan oleh rekannya. Kerapian berhubungan dengan cara seseorang menempatkan hasil pekerjaan sebagai maha karya.
4.2 Analisis Hasil Pembelajaran
4.2.1 Analisis Penilaian Proses
Aspek penilian proses yang merupakan penilian awal guru dalam ranah afektif, dalam pembelajaran kali ini didapat hasil sebagai berikut berdasarkan jumlah siswa yang memperoleh :

Keseriusan mengikuti pembelajaran
3 siswa = 11,6 %
4 siswa = 15,4 %
19 siswa = 73, %

Kerjasama dalam diskusi kelompok
4 siswa = 15,4 %
2 siswa = 7,6 %
20 siswa = 77 %

Waktu
4 siswa = 15,4 %
3 siswa = 11,6 %
19 siswa = 73 %

Nilai rata-rata siswa dalam penilaian afektif ini adalah 86,75. Pada aspek afektif ini siswa sudah baik perolehan nilainya.
4.3 Analisis Penilaian Hasil Belajar
Hasil pembelajaran menulis cerpen dengan identifikasi pokok-pokok cerita dalam puisi cukup menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari tabel perbandingan antara sebelum dan sesudah menggunakan identifikasi pokok-pokok cerita dalam syair lagu.
Tabel Perbandingan Kemampuan Siswa dalam Menulis Cerpen sebelum dan sesudah Menggunakan identifikasi pokok-pokok cerita dalam syair lagu

ASPEK YANG DINILAI PERSENTASE KEBERHASILAN
Sebelum Sesudah Peningkatan

Tema syair lagu dengan pokok cerita dan tokoh
Kesesuaian dan konsistensi sudut pandang
Pengembangan cerita 60 % 73 % 14 %
Ejaan 67 % 76 % 18 %
Diksi 50 % 73,% 28 %
Kerapian 55 % 76 % 20 %
Rata-rata kemampuan 58,3 % 76,3 % 18 %

Nilai rata-rata siswa dalam penilaian afektif ini adalah 80,3.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penilaian, baik hasil pada proses penilaian aspek afektif maupun pada hasil karya siswa, pembelajaran menulis cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga berdasarkan indentifikasi pocetok dalam syair lagu dapat digunakan oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia maupun guru mata pelajaran Sastra Indonesia.
Hal ini dimungkinkan karena :
1) mudah dilaksanaka oleh setiap guru Bahasa Indonesia di SMA karena alat bantunya mudah diperoleh dan mudah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
2) Materi ajar yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan siswa sehingga siswa sangat meminati pembelajaran ini.
3) Kegiatan pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa sehingga siswa dapat menemukan jawaban sendiri (inkuiri) terhadap permasalahan yang didiskusikan. Guru hanya sebatas menjadi fasilitator yang membantu siswa dalam menumbuhkembangkan potensi dirinya.
4) Sangat efektif untuk mengembangkan kreativitas imajinatif siswa karena dalam kegiatan pembelajaran ini siswa dituntut untuk menentukan isi syair lagu, menentukan pokok-pokok cerita dalam syair lagu dan tokoh
5) Mengembangkan pokok-pokok cerita dan tokoh menjadi sebuah cerpen dengan sudut pandang penceritaan orang ketiga
6) Sangat efektif untuk menumbuhkan sikap demokratis, kompetitif, dan sportif karena dalam kegiatan pemebelajaran ini siswa berdiskusi kelompok, menilai karya temannya, dan memberikan penghargaan kepada teman yang dinilai menghasilkan karya terbaik.
7) Sangat efektif untuk menumbuhkembangkan sikap bekerja sama, berinisiatif, perhatian, dan bekerja sistematis karena dalam pembelajaran ini menekankan pada kemampuan siswa baik secara individual maupun secara kelompok.
8) Sangat efektif dalam memunculkan ide kreatif siswa dengan sesuatu yang disukainya dalam hal ini lagu.
5.2 Saran
Identifikasi pokok-pokok cerita dalam syair lagu cukup efektif dalam dalam pembelajaran menulis cerpen sehingga diharapkan para guru berkenan menggunakan media dan metode ini. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, sebaiknya siswa dilatih berkali-kali. Tugas mandiri perlu diberikan kepada siswa. Dalam waktu tertentu perlu diadakan lomba menulis cerpen sehingga siswa termotivasi untuk menulis. Metode dan media syair lagu hanyalah salah satu alternatif dalam pembelajaran menulis cerpen sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran, guru tetap dimungkinkan menggunakan metode dan media lain yang menarik, inovatif, dan elevan.
Penelitian ini kiranya dapat berguna dalam melatih kemahiran dan keterampilan berbahasa sastra siswa. Khususnya siswa SMA Yappenda Jakarta Utara untuk lebih mencintai sastra sebagai pelajaran yang banyak mengajarkan nilai-nilai luhur tentang hidup dan kehidupan.
Pembelajaran yang menyenangkan tentang sastra akan memunculkan cerpenis-cerpenis dari tangan guru-guru yang mau memulai sesuatu yang baru.

DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1984. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramedia
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
_________ 2001. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
_________.2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Prinsip dan Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas
De Porter, Bobbi, Reardon, Mark, dan Singer-Nourie, Sarah. 2000. Quantum Teaching. Jakarta: Kaifa.
Esten, Mursal 1984. kesusastraan : Pengantar tori dan sejarah Bandung : Angkasa
Hernowo.2004. Bu Slim & Pak Bil: Menggagas-Kembali Pendidikan Berbasiskan Buku. Bandung : Mizan Learning Center
_______. 2005. Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan. Bandung: Mizan Learning Center
Jumadi. 2007. Menggagas Pembelajaran Bahasa Indonesia. www.wordpres.com
Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Natawidjaya, Rochman. 1997. Konsep Dasar Penelitian Tindakan. Bandung : IKIP Bandung
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Landas Pikir dan Landas Teori. Jakarta: Grasindo
Sawali. 2007. Metode Diskusi Kelompok Model Kepala Bernomor Sebagai Inovasi Metode Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa SMP dalam Menanggapi Pembacaan Cerpen. www. wordpres.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: SIC.
_______. 2005. Permainan Pendukung Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Grasindo
Zaini, Hisyam, dkk. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CSTD



Pembelajaran Pendidikan Nilai untuk Kebangkitan Bangsa yang Bermartabat
Oleh : Dra. Seni asiati

Abstrak

Pendidikan nilai secara tidak langsung membuat kita sebagai manusia terutama orangtua merasa berkewajiban memberikan pendidikan nilai bagi anak sejak dini. Pendidikan nilai yang diberikan sejak dini di lingkungan keluarga akan mempengaruhi kepribadian, sopan santun, dan gaya hidup seorang anak. Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.

Pendidikan nilai yang diajarkan disekoah hendaknya memahami apa yang harus dilakukan pada siswa, karena setiap siswa itu berbeda. Siswa menerima dan mengambil yang guru berikan untuk roses budi pekertinya. Di sekolah hendaknya guru menjadi teladan dan ujung tombak dalam mengajarkan pendidikan nilai. Pendidikan nilai yang diterima anak dengan benar akan menubuhkembangkn bangsa yang bermartabat di masa yang akan datang.
Kata kunci: Pembelajaran, Nilai, Kebangkitan, Bangsa, Bermartabat,

A. Pendahuluan
Pendidikan nilai yang diterima anak adalah untuk menanamkan sikap yang baik pada siswa berhubungan erat dengan apa yang diterimanya di sekolah. Sekolah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan nilai untuk lingkup kemasyarakatan merupakan sebuah pola asuh untuk siswa melangkah mengamalkan pendidikan nilai tersebut.
Banyak aspek yang terkait dengan pendidikan nilai, akan tetapi dalam dalam pembicaraan kali ini yang menjadi perhatian ialah pendidikan nilai di sekolah formal khususnya siswa SMP dan prilaku guru dalam mengajarkan pendidikan nilai. Tulisan ini adalah sebagai refleksi terhadap memudarnya pendidikan nilai di sebuah lembaga pendidikan. Banyaknya kasus kekerasan atau yang dikenal dengan bullying merajai headline surat-surat kabar ibukota maupun daerah. Terbentuknya sebuah kelompok yang menamakan dirinya gank dengan keanggotaan anak-anak muda yang tentu saja masih bersekolah, menjadi berita yang mendirikan bulu roma para orangtua terutama pendidik. Mengapa sampai terjadi? Mengapa harus terjadi? Sudahkah luntur nilai-nilai moral dalam diri siswa sekolah? Kasus bullying paling sering terjadi di sekolah. Kasusnya terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik yang serius, juga tindakan nonverbal, seperti mengucilkan.
Pendidikan nilai dalam hal ini adalah pendidikan budi pekerti tidak bisa lepas dari sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat serta proses internalisasi nilai untuk melestarikan sistem nilai tersebut. Proses internalisasi nilai itu sendiri tidak lain dari salah satu aspek dari substansi proses pendidikan dalam arti luas. Dengan demikian pendidikan budi pekerti terkait dengan proses pendidikan baik yang berlangsung di keluarga (bagian dari isi pola asuh), di masyarakat (bagian dari interaksi sosial), maupun di sekolah (bagian dari proses pendidikan formal). Saling ketergantungan dalam memberikan pendidikan nilai yang ditanamkan pada seorang anak menjadi suatu pola hubungan yang saling melengkapi.
Nilai merupakan integritas hidup seseorang yang akan tercermin dalam pilihannya: cara berpakaian, teman-teman yang dipilih pasangan hidup, interaksi sosial, dan bagaimana hubungan keluarga dengan saudara-saudaranya. Pendidikan nilai membantu banyak orang untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang tidak diprioritaskan, mana yang perlu dan mana tidak perlu.
Pendidikan nilai, moral dan etika merupakan hidden curriculum yang secara integral terkait dengan hampir semua mata pelajaran sekolah. Keberhasilan menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai tersebut tergantung dari peranan pendidik (guru) yang mendukung sistem penyelenggaraan pendidikan sekolah dan sejauh mana komitmen masyarakat dan pemerintah dalam memberikan teladan kepada anak-anak.
Indikator berkurangnya tatanan nilai dalam kehidupan sekarang ini antara lain: 1) menigkatkanya tauran antarpelajar, 2) meningkatnya perlakukan asusila dalam masyarakat,3) meningkatnya penggunaan bahasa yang tidak pantas terdengar di kalangan pelajar atau anak di bawah umur, 4) merosotnya sikap hormat kepada orangtua 5) kurangnya tanggung jawab terhadap pekerjaan 6) meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan pelajar 7) berkurangnya adat sopan-santun.
B. Masalah
Masalah yang sering terjadi di masyarakat adalah masalah yang juga dihadapi guru di sekolah. Dalam tulisan ini saya mengidentifikasikan masalah berdasarkan masalah yang saya hadapi sebagai seorang guru di kota besar Jakarta sebagai berikut:
1. apakah guru sudah mengajarkan pendidikan nilai dalam kegiatan belajar mengajarnya?
2. apakah mengajarkan pendidikan nilai itu harus setiapkali tatap muka guru di kelas?
3. apakah pendidikan nilai dapat membuat bangsa lebih bermartabat
4. apakah dengan pendidikan nilai kita dapat mengurangi aksi kekerasan yang terjadi
C. Pemecahan Masalah
Masalah yang penulis identifikasi tersebut hanyalah masalh umum yang sering terjadi di sekolah. Guru yang merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan sering kali lupa bahwa dalam setiap kata yang diucapkan dalam setiap ilmu yang diterapkan ada nilai yang harus digoreskan pada anak didiknya.
Banyaknya kekerasan yang kini terjadi dan penayangan kekerasan di media massa, merupakan suatu dampak provokator sejati. Mengapa dikatakan provokator, karena dengan maraknya penayangan tersebut bukan tidak mungkin membuat siswa lain menjadi berpikir untuk mencoba lebih halus tanpa tercium media dalam menjalankan aksinya.
Kegiatan belajar mengajar di kelas dalam setiap pertemuan, guru menghabiskan waktu 40 menit dalam satu jam pelajaran. Biasanya setiap pelajaran dalam satu kali pertemuan akan menghabiskan dua jam pelajaran atau setara dengan 80 menit. Waktu yang cukup untuk sekedar menyelipkan pendidikan nilai pada siswa di kelas. Cara yang bisa kita gunakan dan juga biasa dipaktikkan guru misalnya:
1. ketika masuk ke kelas untuk mulai mengajar, guru melihat keadaan kelas untuk melihat kebersihan kelas, biasanya guru akan bertanya siapa yang piket pada hari itu bila keadaan lingkungan kelas kotor. Siswa yang erasa piket mungkin akan segera melakukan tugasnya. Namun seringkali siswa melempas tanggung jawab. Bila sudah demikian mulailah pendidikan nilai diajarkan guru , caranya guru hanya mengatakan daerah tempat duduk siswa yang memang ada sampah silahkan siswa ambil sendiri. Atau lebih ditekankan lagi bahwa daerah kekuasan kalian adalah seputar meja dan kursi jadi perhatikan kebersihannya. Kalau sudah demikian biasanya kebersihan ebh diperhatikan siswa dan secara tidak langsung guru sudah mengajarkan siswa untuk senantiasa bersih.
2. pendidikan nilai bisa juga guru ajarkan ketika ulangan berlangsung, setiap siswa. Hasil ulangan lebh baik dikoreksi siswa juga. Bentuk soal yang bisa dikoreksi siswa adalah soal pilihan ganda dan isian. Kalau sekarang makin mudahnya pengoreksian dengan komputer, setidaknya setelah kita koreksi menggunakan mesin komputer kita koreksi ulang pada siswa. Keuntungannya guru dapat membahas soal bersama siswa, sehingga siswa tahu kemungkinan jawaban dia benar atau tidak. Bila hal ini kita lakukan kita sudah menanamkn pendidikan nilai pada siswa yaitu percaya pada diri sendiri dan orang lain. Dari pekerjaan yang sepele ini kita dapat mengetahui apakah siswa dapat jujur pada dirinya sendiri karena dia mengoreksi hasil pekerjaannya. Guru pun sudah tahu berapa soal yang dapat dijawab siswa.
3. bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang tahu untuk bertata krama dan berlaku sesuai norma yang dijunjung. Dalam hal ini pendidikan nilai merupkan salah satu jembatan untuk mewujudkan hal itu. Bangsa Indonesia yang terkenal di seluruh dunia dengan unsur keramahtamahannya, sepatutnya tetap dijaga kesan tersebut. Banyak cara yang digunakan untuk menjunjung tinggi martabat bangsa. Di sekolah kami SMPN 266 dibudayakan 7 S dai ligkungan sekolah. Semua civitas akademi wajib mengamalkan 7 S ini yaitu.: 1. S : Salam ( dibudayakan setiap siswa dan guru saling memberi salam) sehingga terasa keberadaannnya di sekolah. 2. S : Sapa ( menyapa setiap insan yang ada adalah wujud dari rasa peduli antarsesama) apa kata dunia kalau siswa hanya kenal guru yang mengajar di kelasnya saja. 3. S : Senyum ( senyum membuat hidup lebih berwarna dan dengan senyum kita dapat menaklukan dunia dengan ramah). 4. S : Semangat ( jalani hidup dengan semangat) guru yang semangat dapat menularkan semangat juga pada siswa. 5. S : Silahturahmi (dengan saling merasakan suasana kekeluargaan maka akan terjalin rasa persaudaraan yang erat, SMP 266 mengadakan pengajian untuk siswa dan guru dan setiap hari secara bergiliran guru membimbing siswa untuk sholat ashar berjamaah. 6 & 7. S : Sopan dan Santun ( prilaku yang diteladani dari orang terdekat dapat mengajarkan sedini mungkin nilai-nilai yang sesuai dengan prilaku yang baik)
4. Salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan keempat adalah karena kita gagal menumbuhkembangkan pendidikan nilai, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir ini, pembangunan kita cenderung berorientasi pada sesuatu yang bersifat pragmatis, yaitu hasil yang bisa dilihat dengan mata dan dinikmati oleh perut. Aksi kekerasan oleh siswa yang membentuk sebah kumpulan yang mereka namakan ”GANK” merupakan bukti dari kegagalan kita. Pada dasarnya pendidikan nilai itu hanya dapat diwujudkan atau dijabarkan dalam suatu kebersamaan. Oleh karena itu, untuk melakukannya hampir tidak mungkin tanpa rasa empati dan penghargaan kepada orang lain, kepada segala sesuatu di lingkungan alam dan lingkungan sosial, yang mengerucut pada penghargaan kepada kehidupan. Sementara empati tak mungkin muncul tanpa kepekaan terhadap berbagai persoalan tanpa sekat-sekat ras, etnis, agama, golongan, dan lainnya.
Untuk memecahkan masalah yang kini menjadi ukuran keberhasilan pendidikan nilai di sekolah maupun masyarakat, perlu adanya kebesamaan, kebulatan, kesatuan, untuk mencari akar dari persoalan kekerasan yang terjadi.
Dalam pendidikan nilai, ada tiga masalah mendasar yang mesti dipahami oleh para pendidik (guru) dan siapa saja, yaitu
1. apa yang harus diajarkan (filsafat),
2. bagaimana anak belajar dan memahami nilai moral (psikologi),
3. serta dalam masyarakat apa dan macam mana nanti kita (sosiologi).
Peranan guru yang dapat menjadi jembatan enghubung untuk memutus aksi kekerasan, mungkin hanya bisa lewat diskusi. Misalnya pelajaran bahasa Indonesia dalam materi diskusi. Kemukan tema tentang kekerasan, dan siswa mencari solusi pemecahannya. Atau dalam salah satu materi tentang poster, enulis mengajukan tema tentang kekerasan. Siswa diajak untuk mengingat dan mencari tahu tentang kekerasan yang terjadi hasilnya memang sesuai dengan minat siswa. Ada siswa yang dapat menangkap apa yang penulis inginkan.
Kebutuhan dasar setiap orang termasuk peserta didik adalah untuk diterima, dihargai, dipahami, dan merasa bernilai. Maka bila kita memperlakukan seseorang secara positif dengan penuh penghargaan, sudah pasti peserta didik dibantu mengalami nilai diterima dan dihargai. Perasaan inilah yang mendorong kemampuan pengembangan seseorang untuk lebih kreatif dan berani mengambil inisiatif. Bahwa nilai-nilai baik itu sesungguhnya sudah dimiliki oleh setiap orang termasuk guru-guru/ pegawai di setiap unit sekolah.
Setiap siswa mempunyai prilaku yang berbeda dan keinginan yang berbeda pula dalam menerima pelajaran. Untuk itu guru menerapkan pendidikan budi pekerti secara pribadi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru pada siswa antara lain:
1. Total action. Secara bersama-sama semua yang terlibat di sekolah melakukan suatu gerbrakan yang sama dan terarah untuk memberikan pendidikan nilai pada siswa. Sebelumnya para guru membahas dan menyepakati total action yang akan dilakukan. Ini dimaksudkan agar tidak ada kesimpangsiuran dalam mengajarkan pendidikan nilai satu kesatuan dalam perkataan dan perbuatan. Dan untuk memelihara nilai yang baik itu, terapkan penanaman satu nilai penghargaan kepribadian yaitu bila anak-anak berhasil melakukan hal-hal yang baik itu, beri pujian ! bisa dengan perkatan seperti ’ bagus’, hebat’ dan lain sebagainya.
2. Motivasi yang tulus. Penerapan motivasi di dalam kelas adalah dengan menanamkan pentingnya menghargai orang lain dengan cara memberi contoh keteladanan dalam menghargai orang lain, dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan maupun perbuatan. Artinya bila seorang guru memotivasi siswanya, dapat dilakukan dengan memberi pujian secara nyata dan tulus. Begitu seorang anak berhasil menjawab satu soal dan ternyata benar, guru memberi pujian kepada anak tersebut. Cara memuji tidak boleh dibuat-buat, tetapi sungguh dari hati yang tulus nyata dan ada perkembangan. Nah yakinkan siswa anda, ternyata dia bisa, dia hebat, dan dia mampu. Kalau ini dilakukan secara tulus dan kontinu anak bisa tumbuh lebih baik, dibanding mendidik anak dengan cara mengancam, pemberian sanksi atau hukuman.
3. Memberi contoh keteladanan. Pepatah yang sudah lama dikenal “kalau guru kecing berdiri maka siswa kencing berlari” tetap menjadi pedoman paling depan. Suri keteladanan guru untuk menunjukkan sikap disiplin tepat waktu akan menjadi model dan dipedomani oleh anak. Guru yang bersuara dengan intonasi yang lemah lembut menjadi model yang dapat ditiru siswa.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Mengabaikan hakikat tujuan pendidikan moral dalam rangka sejarah (masyarakat) berarti menerima saja masyarakat seperti apa adanya tanpa peduli mengenai apa yang akan terjadi di masa mendatang. Untuk menuju bangsa yang bermartabat, kiranya pendidikan nilai harus kita berikan sedini mungkin pada anak, dengan pendidikan nilai yang mumpuni akhirnya bangsa bermartabat menjadi harapan kita semua.
Selain itu pendidikan nilai yang dikembangkan di sekolah kiranya haruslah dapat berguna, praktis, efektif, tepat sasaran. Setiap anak berhak dan bertanggung jawab atas pendidikan nilai bagi kehidupannya sendiri. Tugas pendidik sebatas menyadarkan setiap anak atas nilai-nilai kehidupan yang dipilihnya sendiri secara bebas dan bertanggung jawab.
Dalam klasifikasi pendidikan nilai ini mencakup antara lain :
a. pendidikan nilai yang bebas dipilih guru dalam setiap waktu pembelajarn di kelas maupun di luar kelas.
b. Penanaman pendidikan budi pekerti, dalam hal ini membebaskan siswa untuk mempertimbangkan apa yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari secara sosial baik sebab maupun akibatnya
c. Mengajarkan untuk hidup berdasarkan keimanan.
d. Berani untuk menunjukkan hal yang benar dihadapan umum
e. Selalu menekankan perlunya memelihara nilai yang baik dalam berprilaku
Pendidikan nilai tidak dapat dilaksanakan dengan pengajaran di tengah-tengah pelanggaran moral dan anomali yang terus terjadi seperti sekarang ini. Musuh utama pendidikan nilai di sekolah adalah aturan yang tidak jelas, keiginan guru dan kemauan siswa yang tidak seimbang, kurikulum yang di terima siswa, dan juga maraknya berita-berita di media yang tidak memihak pada pengembangan pendidikan nilai.
2. Saran
Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret. Pendidikan nilai di sekolah akan terasa hambar jika penyakit-penyakit sosial masih merajalela di tengah masyarakat kita, di birokrasi pemerintah, di parlemen, pantai politik, institusi pendidikan, agama, dan keluarga. Tidak ada gunanya kita mengajarkan nilai-nilai moral kepada para peserta didik jika perilaku sosial kita bertentangan dengan nilai-nilai moral. lebih mudahnya pendidikan nilai itu adala gambaran untuk menanamkan moralitas dan sosial dalam diri anak. Kasus kekerasan atau yang kita kenal dengan Bullying yang sekarang makin marak terjadi merupakan salah satu indikator keberhasilan dari lunturnya pendidikan nilai yang diajarkan di rumah ataupun lembaga pendidikan.
Menyikapi secara kritis begitu pentingnya menumbuhkembangkan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti perlu dikembangkan atau diperkokoh tidak lain karena merupakan konsukuensi logis dari keberadaan (eksistensi) serta hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya, manusia berada pada jaringan interaksi interdependensi dengan sesama manusia yang diatur dalam pola-pola jaringan norma yang dijabarkan dari nilai yang hidup serta beroperasi di satu kelompok masyarakat. Sistem pendidikan harus berpedoman pada seperangkat aturan dan pengaturan, yang memang dirancang demi pendekatan sistemik dan bukan untuk disiasati melalui pendekatan perseorangan.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek siswa, orang menentukan dan mengambil keputusan denganstrategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pulayang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul; maka dengan tiga pendekatan-pendekatan yang dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas pekerjaannya
Dalam keseharian guru harus menunjukkan sikap jujur, ini penting karena guru sebagai model. Dalam diskusi juga ditekakan bagaimana siswa menghargai pendapat orang lain dengan tidak terlalu awal melakukan pada penilaian pada pendapat orang lain, dan yang penting lagi guru melakukan pembelajaran reflektif, melihat kembali apasaja yang sudah dilakukan oleh siswa dan guru bukan hanya kognitif saja tetapi juga afeksi. Mudah-mudah kita dapat melahirkan generasi yang tidak korup, menghargai orang lain, memiliki disiplin tinggi, hormat, memiliki daya juang, bangga berbangsa indonesia dan lain-lain.
Kunci pertama (dan utama) agar pertemuan antara orangtua dan anak di rumah benar-benar berkualitas itu, seperti yang sudah banyak disarankan para pakar adalah komunikasi.Karena komunikasi menjadi kunci dan hampir tak ada biaya untuk melakukannya, maka sudah sepatutnya dari awal pembelajaran di kelas kita upayakan komunikasi yang efektif denga peserta didik. Semoga pendidikan nilai yang kita berikan kepada peserta didik kita dapat mengajarkan kepada kita untuk menuju bangsa yang bermartabat. SEMOGA.

















Daftar Pustaka

Arifin, Zaenal E. 2003. Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo
Badudu, J.S. 1984. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramedia
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Landas Pikir dan Landas Teori. Jakarta: Grasindo
Samhadi, Sri Hartati. Budaya Kekerasan di Lembaga Pendidikan Harian Kompas Sabtu, 14 April 2007
http://re-searchengines.com. Syamsul. Bahri. Pendekatan Pendidikan Nilai.
http://www.ppi-india.org Timo Teweng. Penanaman Pendidikan Nilai.








Back Home Pasien Covid

Good bye Wisma Atlet Hari ke-14 di Wisma Atlet "Menunggu Surat" Senin, 4 Januari 2021 Ini hari ke-14 di Wisma Atlet. Katanya kami ...