Pembelajaran Pendidikan Nilai untuk Kebangkitan Bangsa yang Bermartabat
Oleh : Dra. Seni asiati
Abstrak
Pendidikan nilai secara tidak langsung membuat kita sebagai manusia terutama orangtua merasa berkewajiban memberikan pendidikan nilai bagi anak sejak dini. Pendidikan nilai yang diberikan sejak dini di lingkungan keluarga akan mempengaruhi kepribadian, sopan santun, dan gaya hidup seorang anak. Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.
Pendidikan nilai yang diajarkan disekoah hendaknya memahami apa yang harus dilakukan pada siswa, karena setiap siswa itu berbeda. Siswa menerima dan mengambil yang guru berikan untuk roses budi pekertinya. Di sekolah hendaknya guru menjadi teladan dan ujung tombak dalam mengajarkan pendidikan nilai. Pendidikan nilai yang diterima anak dengan benar akan menubuhkembangkn bangsa yang bermartabat di masa yang akan datang.
Kata kunci: Pembelajaran, Nilai, Kebangkitan, Bangsa, Bermartabat,
A. Pendahuluan
Pendidikan nilai yang diterima anak adalah untuk menanamkan sikap yang baik pada siswa berhubungan erat dengan apa yang diterimanya di sekolah. Sekolah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan nilai untuk lingkup kemasyarakatan merupakan sebuah pola asuh untuk siswa melangkah mengamalkan pendidikan nilai tersebut.
Banyak aspek yang terkait dengan pendidikan nilai, akan tetapi dalam dalam pembicaraan kali ini yang menjadi perhatian ialah pendidikan nilai di sekolah formal khususnya siswa SMP dan prilaku guru dalam mengajarkan pendidikan nilai. Tulisan ini adalah sebagai refleksi terhadap memudarnya pendidikan nilai di sebuah lembaga pendidikan. Banyaknya kasus kekerasan atau yang dikenal dengan bullying merajai headline surat-surat kabar ibukota maupun daerah. Terbentuknya sebuah kelompok yang menamakan dirinya gank dengan keanggotaan anak-anak muda yang tentu saja masih bersekolah, menjadi berita yang mendirikan bulu roma para orangtua terutama pendidik. Mengapa sampai terjadi? Mengapa harus terjadi? Sudahkah luntur nilai-nilai moral dalam diri siswa sekolah? Kasus bullying paling sering terjadi di sekolah. Kasusnya terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik yang serius, juga tindakan nonverbal, seperti mengucilkan.
Pendidikan nilai dalam hal ini adalah pendidikan budi pekerti tidak bisa lepas dari sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat serta proses internalisasi nilai untuk melestarikan sistem nilai tersebut. Proses internalisasi nilai itu sendiri tidak lain dari salah satu aspek dari substansi proses pendidikan dalam arti luas. Dengan demikian pendidikan budi pekerti terkait dengan proses pendidikan baik yang berlangsung di keluarga (bagian dari isi pola asuh), di masyarakat (bagian dari interaksi sosial), maupun di sekolah (bagian dari proses pendidikan formal). Saling ketergantungan dalam memberikan pendidikan nilai yang ditanamkan pada seorang anak menjadi suatu pola hubungan yang saling melengkapi.
Nilai merupakan integritas hidup seseorang yang akan tercermin dalam pilihannya: cara berpakaian, teman-teman yang dipilih pasangan hidup, interaksi sosial, dan bagaimana hubungan keluarga dengan saudara-saudaranya. Pendidikan nilai membantu banyak orang untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang tidak diprioritaskan, mana yang perlu dan mana tidak perlu.
Pendidikan nilai, moral dan etika merupakan hidden curriculum yang secara integral terkait dengan hampir semua mata pelajaran sekolah. Keberhasilan menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai tersebut tergantung dari peranan pendidik (guru) yang mendukung sistem penyelenggaraan pendidikan sekolah dan sejauh mana komitmen masyarakat dan pemerintah dalam memberikan teladan kepada anak-anak.
Indikator berkurangnya tatanan nilai dalam kehidupan sekarang ini antara lain: 1) menigkatkanya tauran antarpelajar, 2) meningkatnya perlakukan asusila dalam masyarakat,3) meningkatnya penggunaan bahasa yang tidak pantas terdengar di kalangan pelajar atau anak di bawah umur, 4) merosotnya sikap hormat kepada orangtua 5) kurangnya tanggung jawab terhadap pekerjaan 6) meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan pelajar 7) berkurangnya adat sopan-santun.
B. Masalah
Masalah yang sering terjadi di masyarakat adalah masalah yang juga dihadapi guru di sekolah. Dalam tulisan ini saya mengidentifikasikan masalah berdasarkan masalah yang saya hadapi sebagai seorang guru di kota besar Jakarta sebagai berikut:
1. apakah guru sudah mengajarkan pendidikan nilai dalam kegiatan belajar mengajarnya?
2. apakah mengajarkan pendidikan nilai itu harus setiapkali tatap muka guru di kelas?
3. apakah pendidikan nilai dapat membuat bangsa lebih bermartabat
4. apakah dengan pendidikan nilai kita dapat mengurangi aksi kekerasan yang terjadi
C. Pemecahan Masalah
Masalah yang penulis identifikasi tersebut hanyalah masalh umum yang sering terjadi di sekolah. Guru yang merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan sering kali lupa bahwa dalam setiap kata yang diucapkan dalam setiap ilmu yang diterapkan ada nilai yang harus digoreskan pada anak didiknya.
Banyaknya kekerasan yang kini terjadi dan penayangan kekerasan di media massa, merupakan suatu dampak provokator sejati. Mengapa dikatakan provokator, karena dengan maraknya penayangan tersebut bukan tidak mungkin membuat siswa lain menjadi berpikir untuk mencoba lebih halus tanpa tercium media dalam menjalankan aksinya.
Kegiatan belajar mengajar di kelas dalam setiap pertemuan, guru menghabiskan waktu 40 menit dalam satu jam pelajaran. Biasanya setiap pelajaran dalam satu kali pertemuan akan menghabiskan dua jam pelajaran atau setara dengan 80 menit. Waktu yang cukup untuk sekedar menyelipkan pendidikan nilai pada siswa di kelas. Cara yang bisa kita gunakan dan juga biasa dipaktikkan guru misalnya:
1. ketika masuk ke kelas untuk mulai mengajar, guru melihat keadaan kelas untuk melihat kebersihan kelas, biasanya guru akan bertanya siapa yang piket pada hari itu bila keadaan lingkungan kelas kotor. Siswa yang erasa piket mungkin akan segera melakukan tugasnya. Namun seringkali siswa melempas tanggung jawab. Bila sudah demikian mulailah pendidikan nilai diajarkan guru , caranya guru hanya mengatakan daerah tempat duduk siswa yang memang ada sampah silahkan siswa ambil sendiri. Atau lebih ditekankan lagi bahwa daerah kekuasan kalian adalah seputar meja dan kursi jadi perhatikan kebersihannya. Kalau sudah demikian biasanya kebersihan ebh diperhatikan siswa dan secara tidak langsung guru sudah mengajarkan siswa untuk senantiasa bersih.
2. pendidikan nilai bisa juga guru ajarkan ketika ulangan berlangsung, setiap siswa. Hasil ulangan lebh baik dikoreksi siswa juga. Bentuk soal yang bisa dikoreksi siswa adalah soal pilihan ganda dan isian. Kalau sekarang makin mudahnya pengoreksian dengan komputer, setidaknya setelah kita koreksi menggunakan mesin komputer kita koreksi ulang pada siswa. Keuntungannya guru dapat membahas soal bersama siswa, sehingga siswa tahu kemungkinan jawaban dia benar atau tidak. Bila hal ini kita lakukan kita sudah menanamkn pendidikan nilai pada siswa yaitu percaya pada diri sendiri dan orang lain. Dari pekerjaan yang sepele ini kita dapat mengetahui apakah siswa dapat jujur pada dirinya sendiri karena dia mengoreksi hasil pekerjaannya. Guru pun sudah tahu berapa soal yang dapat dijawab siswa.
3. bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang tahu untuk bertata krama dan berlaku sesuai norma yang dijunjung. Dalam hal ini pendidikan nilai merupkan salah satu jembatan untuk mewujudkan hal itu. Bangsa Indonesia yang terkenal di seluruh dunia dengan unsur keramahtamahannya, sepatutnya tetap dijaga kesan tersebut. Banyak cara yang digunakan untuk menjunjung tinggi martabat bangsa. Di sekolah kami SMPN 266 dibudayakan 7 S dai ligkungan sekolah. Semua civitas akademi wajib mengamalkan 7 S ini yaitu.: 1. S : Salam ( dibudayakan setiap siswa dan guru saling memberi salam) sehingga terasa keberadaannnya di sekolah. 2. S : Sapa ( menyapa setiap insan yang ada adalah wujud dari rasa peduli antarsesama) apa kata dunia kalau siswa hanya kenal guru yang mengajar di kelasnya saja. 3. S : Senyum ( senyum membuat hidup lebih berwarna dan dengan senyum kita dapat menaklukan dunia dengan ramah). 4. S : Semangat ( jalani hidup dengan semangat) guru yang semangat dapat menularkan semangat juga pada siswa. 5. S : Silahturahmi (dengan saling merasakan suasana kekeluargaan maka akan terjalin rasa persaudaraan yang erat, SMP 266 mengadakan pengajian untuk siswa dan guru dan setiap hari secara bergiliran guru membimbing siswa untuk sholat ashar berjamaah. 6 & 7. S : Sopan dan Santun ( prilaku yang diteladani dari orang terdekat dapat mengajarkan sedini mungkin nilai-nilai yang sesuai dengan prilaku yang baik)
4. Salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan keempat adalah karena kita gagal menumbuhkembangkan pendidikan nilai, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir ini, pembangunan kita cenderung berorientasi pada sesuatu yang bersifat pragmatis, yaitu hasil yang bisa dilihat dengan mata dan dinikmati oleh perut. Aksi kekerasan oleh siswa yang membentuk sebah kumpulan yang mereka namakan ”GANK” merupakan bukti dari kegagalan kita. Pada dasarnya pendidikan nilai itu hanya dapat diwujudkan atau dijabarkan dalam suatu kebersamaan. Oleh karena itu, untuk melakukannya hampir tidak mungkin tanpa rasa empati dan penghargaan kepada orang lain, kepada segala sesuatu di lingkungan alam dan lingkungan sosial, yang mengerucut pada penghargaan kepada kehidupan. Sementara empati tak mungkin muncul tanpa kepekaan terhadap berbagai persoalan tanpa sekat-sekat ras, etnis, agama, golongan, dan lainnya.
Untuk memecahkan masalah yang kini menjadi ukuran keberhasilan pendidikan nilai di sekolah maupun masyarakat, perlu adanya kebesamaan, kebulatan, kesatuan, untuk mencari akar dari persoalan kekerasan yang terjadi.
Dalam pendidikan nilai, ada tiga masalah mendasar yang mesti dipahami oleh para pendidik (guru) dan siapa saja, yaitu
1. apa yang harus diajarkan (filsafat),
2. bagaimana anak belajar dan memahami nilai moral (psikologi),
3. serta dalam masyarakat apa dan macam mana nanti kita (sosiologi).
Peranan guru yang dapat menjadi jembatan enghubung untuk memutus aksi kekerasan, mungkin hanya bisa lewat diskusi. Misalnya pelajaran bahasa Indonesia dalam materi diskusi. Kemukan tema tentang kekerasan, dan siswa mencari solusi pemecahannya. Atau dalam salah satu materi tentang poster, enulis mengajukan tema tentang kekerasan. Siswa diajak untuk mengingat dan mencari tahu tentang kekerasan yang terjadi hasilnya memang sesuai dengan minat siswa. Ada siswa yang dapat menangkap apa yang penulis inginkan.
Kebutuhan dasar setiap orang termasuk peserta didik adalah untuk diterima, dihargai, dipahami, dan merasa bernilai. Maka bila kita memperlakukan seseorang secara positif dengan penuh penghargaan, sudah pasti peserta didik dibantu mengalami nilai diterima dan dihargai. Perasaan inilah yang mendorong kemampuan pengembangan seseorang untuk lebih kreatif dan berani mengambil inisiatif. Bahwa nilai-nilai baik itu sesungguhnya sudah dimiliki oleh setiap orang termasuk guru-guru/ pegawai di setiap unit sekolah.
Setiap siswa mempunyai prilaku yang berbeda dan keinginan yang berbeda pula dalam menerima pelajaran. Untuk itu guru menerapkan pendidikan budi pekerti secara pribadi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru pada siswa antara lain:
1. Total action. Secara bersama-sama semua yang terlibat di sekolah melakukan suatu gerbrakan yang sama dan terarah untuk memberikan pendidikan nilai pada siswa. Sebelumnya para guru membahas dan menyepakati total action yang akan dilakukan. Ini dimaksudkan agar tidak ada kesimpangsiuran dalam mengajarkan pendidikan nilai satu kesatuan dalam perkataan dan perbuatan. Dan untuk memelihara nilai yang baik itu, terapkan penanaman satu nilai penghargaan kepribadian yaitu bila anak-anak berhasil melakukan hal-hal yang baik itu, beri pujian ! bisa dengan perkatan seperti ’ bagus’, hebat’ dan lain sebagainya.
2. Motivasi yang tulus. Penerapan motivasi di dalam kelas adalah dengan menanamkan pentingnya menghargai orang lain dengan cara memberi contoh keteladanan dalam menghargai orang lain, dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan maupun perbuatan. Artinya bila seorang guru memotivasi siswanya, dapat dilakukan dengan memberi pujian secara nyata dan tulus. Begitu seorang anak berhasil menjawab satu soal dan ternyata benar, guru memberi pujian kepada anak tersebut. Cara memuji tidak boleh dibuat-buat, tetapi sungguh dari hati yang tulus nyata dan ada perkembangan. Nah yakinkan siswa anda, ternyata dia bisa, dia hebat, dan dia mampu. Kalau ini dilakukan secara tulus dan kontinu anak bisa tumbuh lebih baik, dibanding mendidik anak dengan cara mengancam, pemberian sanksi atau hukuman.
3. Memberi contoh keteladanan. Pepatah yang sudah lama dikenal “kalau guru kecing berdiri maka siswa kencing berlari” tetap menjadi pedoman paling depan. Suri keteladanan guru untuk menunjukkan sikap disiplin tepat waktu akan menjadi model dan dipedomani oleh anak. Guru yang bersuara dengan intonasi yang lemah lembut menjadi model yang dapat ditiru siswa.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Mengabaikan hakikat tujuan pendidikan moral dalam rangka sejarah (masyarakat) berarti menerima saja masyarakat seperti apa adanya tanpa peduli mengenai apa yang akan terjadi di masa mendatang. Untuk menuju bangsa yang bermartabat, kiranya pendidikan nilai harus kita berikan sedini mungkin pada anak, dengan pendidikan nilai yang mumpuni akhirnya bangsa bermartabat menjadi harapan kita semua.
Selain itu pendidikan nilai yang dikembangkan di sekolah kiranya haruslah dapat berguna, praktis, efektif, tepat sasaran. Setiap anak berhak dan bertanggung jawab atas pendidikan nilai bagi kehidupannya sendiri. Tugas pendidik sebatas menyadarkan setiap anak atas nilai-nilai kehidupan yang dipilihnya sendiri secara bebas dan bertanggung jawab.
Dalam klasifikasi pendidikan nilai ini mencakup antara lain :
a. pendidikan nilai yang bebas dipilih guru dalam setiap waktu pembelajarn di kelas maupun di luar kelas.
b. Penanaman pendidikan budi pekerti, dalam hal ini membebaskan siswa untuk mempertimbangkan apa yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari secara sosial baik sebab maupun akibatnya
c. Mengajarkan untuk hidup berdasarkan keimanan.
d. Berani untuk menunjukkan hal yang benar dihadapan umum
e. Selalu menekankan perlunya memelihara nilai yang baik dalam berprilaku
Pendidikan nilai tidak dapat dilaksanakan dengan pengajaran di tengah-tengah pelanggaran moral dan anomali yang terus terjadi seperti sekarang ini. Musuh utama pendidikan nilai di sekolah adalah aturan yang tidak jelas, keiginan guru dan kemauan siswa yang tidak seimbang, kurikulum yang di terima siswa, dan juga maraknya berita-berita di media yang tidak memihak pada pengembangan pendidikan nilai.
2. Saran
Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret. Pendidikan nilai di sekolah akan terasa hambar jika penyakit-penyakit sosial masih merajalela di tengah masyarakat kita, di birokrasi pemerintah, di parlemen, pantai politik, institusi pendidikan, agama, dan keluarga. Tidak ada gunanya kita mengajarkan nilai-nilai moral kepada para peserta didik jika perilaku sosial kita bertentangan dengan nilai-nilai moral. lebih mudahnya pendidikan nilai itu adala gambaran untuk menanamkan moralitas dan sosial dalam diri anak. Kasus kekerasan atau yang kita kenal dengan Bullying yang sekarang makin marak terjadi merupakan salah satu indikator keberhasilan dari lunturnya pendidikan nilai yang diajarkan di rumah ataupun lembaga pendidikan.
Menyikapi secara kritis begitu pentingnya menumbuhkembangkan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti perlu dikembangkan atau diperkokoh tidak lain karena merupakan konsukuensi logis dari keberadaan (eksistensi) serta hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya, manusia berada pada jaringan interaksi interdependensi dengan sesama manusia yang diatur dalam pola-pola jaringan norma yang dijabarkan dari nilai yang hidup serta beroperasi di satu kelompok masyarakat. Sistem pendidikan harus berpedoman pada seperangkat aturan dan pengaturan, yang memang dirancang demi pendekatan sistemik dan bukan untuk disiasati melalui pendekatan perseorangan.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek siswa, orang menentukan dan mengambil keputusan denganstrategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pulayang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul; maka dengan tiga pendekatan-pendekatan yang dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas pekerjaannya
Dalam keseharian guru harus menunjukkan sikap jujur, ini penting karena guru sebagai model. Dalam diskusi juga ditekakan bagaimana siswa menghargai pendapat orang lain dengan tidak terlalu awal melakukan pada penilaian pada pendapat orang lain, dan yang penting lagi guru melakukan pembelajaran reflektif, melihat kembali apasaja yang sudah dilakukan oleh siswa dan guru bukan hanya kognitif saja tetapi juga afeksi. Mudah-mudah kita dapat melahirkan generasi yang tidak korup, menghargai orang lain, memiliki disiplin tinggi, hormat, memiliki daya juang, bangga berbangsa indonesia dan lain-lain.
Kunci pertama (dan utama) agar pertemuan antara orangtua dan anak di rumah benar-benar berkualitas itu, seperti yang sudah banyak disarankan para pakar adalah komunikasi.Karena komunikasi menjadi kunci dan hampir tak ada biaya untuk melakukannya, maka sudah sepatutnya dari awal pembelajaran di kelas kita upayakan komunikasi yang efektif denga peserta didik. Semoga pendidikan nilai yang kita berikan kepada peserta didik kita dapat mengajarkan kepada kita untuk menuju bangsa yang bermartabat. SEMOGA.
Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal E. 2003. Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo
Badudu, J.S. 1984. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramedia
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Landas Pikir dan Landas Teori. Jakarta: Grasindo
Samhadi, Sri Hartati. Budaya Kekerasan di Lembaga Pendidikan Harian Kompas Sabtu, 14 April 2007
http://re-searchengines.com. Syamsul. Bahri. Pendekatan Pendidikan Nilai.
http://www.ppi-india.org Timo Teweng. Penanaman Pendidikan Nilai.
Oleh : Dra. Seni asiati
Abstrak
Pendidikan nilai secara tidak langsung membuat kita sebagai manusia terutama orangtua merasa berkewajiban memberikan pendidikan nilai bagi anak sejak dini. Pendidikan nilai yang diberikan sejak dini di lingkungan keluarga akan mempengaruhi kepribadian, sopan santun, dan gaya hidup seorang anak. Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret.
Pendidikan nilai yang diajarkan disekoah hendaknya memahami apa yang harus dilakukan pada siswa, karena setiap siswa itu berbeda. Siswa menerima dan mengambil yang guru berikan untuk roses budi pekertinya. Di sekolah hendaknya guru menjadi teladan dan ujung tombak dalam mengajarkan pendidikan nilai. Pendidikan nilai yang diterima anak dengan benar akan menubuhkembangkn bangsa yang bermartabat di masa yang akan datang.
Kata kunci: Pembelajaran, Nilai, Kebangkitan, Bangsa, Bermartabat,
A. Pendahuluan
Pendidikan nilai yang diterima anak adalah untuk menanamkan sikap yang baik pada siswa berhubungan erat dengan apa yang diterimanya di sekolah. Sekolah sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan nilai untuk lingkup kemasyarakatan merupakan sebuah pola asuh untuk siswa melangkah mengamalkan pendidikan nilai tersebut.
Banyak aspek yang terkait dengan pendidikan nilai, akan tetapi dalam dalam pembicaraan kali ini yang menjadi perhatian ialah pendidikan nilai di sekolah formal khususnya siswa SMP dan prilaku guru dalam mengajarkan pendidikan nilai. Tulisan ini adalah sebagai refleksi terhadap memudarnya pendidikan nilai di sebuah lembaga pendidikan. Banyaknya kasus kekerasan atau yang dikenal dengan bullying merajai headline surat-surat kabar ibukota maupun daerah. Terbentuknya sebuah kelompok yang menamakan dirinya gank dengan keanggotaan anak-anak muda yang tentu saja masih bersekolah, menjadi berita yang mendirikan bulu roma para orangtua terutama pendidik. Mengapa sampai terjadi? Mengapa harus terjadi? Sudahkah luntur nilai-nilai moral dalam diri siswa sekolah? Kasus bullying paling sering terjadi di sekolah. Kasusnya terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan hingga kekerasan fisik yang serius, juga tindakan nonverbal, seperti mengucilkan.
Pendidikan nilai dalam hal ini adalah pendidikan budi pekerti tidak bisa lepas dari sistem nilai yang dimiliki oleh masyarakat serta proses internalisasi nilai untuk melestarikan sistem nilai tersebut. Proses internalisasi nilai itu sendiri tidak lain dari salah satu aspek dari substansi proses pendidikan dalam arti luas. Dengan demikian pendidikan budi pekerti terkait dengan proses pendidikan baik yang berlangsung di keluarga (bagian dari isi pola asuh), di masyarakat (bagian dari interaksi sosial), maupun di sekolah (bagian dari proses pendidikan formal). Saling ketergantungan dalam memberikan pendidikan nilai yang ditanamkan pada seorang anak menjadi suatu pola hubungan yang saling melengkapi.
Nilai merupakan integritas hidup seseorang yang akan tercermin dalam pilihannya: cara berpakaian, teman-teman yang dipilih pasangan hidup, interaksi sosial, dan bagaimana hubungan keluarga dengan saudara-saudaranya. Pendidikan nilai membantu banyak orang untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang harus diprioritaskan dan mana yang tidak diprioritaskan, mana yang perlu dan mana tidak perlu.
Pendidikan nilai, moral dan etika merupakan hidden curriculum yang secara integral terkait dengan hampir semua mata pelajaran sekolah. Keberhasilan menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai tersebut tergantung dari peranan pendidik (guru) yang mendukung sistem penyelenggaraan pendidikan sekolah dan sejauh mana komitmen masyarakat dan pemerintah dalam memberikan teladan kepada anak-anak.
Indikator berkurangnya tatanan nilai dalam kehidupan sekarang ini antara lain: 1) menigkatkanya tauran antarpelajar, 2) meningkatnya perlakukan asusila dalam masyarakat,3) meningkatnya penggunaan bahasa yang tidak pantas terdengar di kalangan pelajar atau anak di bawah umur, 4) merosotnya sikap hormat kepada orangtua 5) kurangnya tanggung jawab terhadap pekerjaan 6) meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang di kalangan pelajar 7) berkurangnya adat sopan-santun.
B. Masalah
Masalah yang sering terjadi di masyarakat adalah masalah yang juga dihadapi guru di sekolah. Dalam tulisan ini saya mengidentifikasikan masalah berdasarkan masalah yang saya hadapi sebagai seorang guru di kota besar Jakarta sebagai berikut:
1. apakah guru sudah mengajarkan pendidikan nilai dalam kegiatan belajar mengajarnya?
2. apakah mengajarkan pendidikan nilai itu harus setiapkali tatap muka guru di kelas?
3. apakah pendidikan nilai dapat membuat bangsa lebih bermartabat
4. apakah dengan pendidikan nilai kita dapat mengurangi aksi kekerasan yang terjadi
C. Pemecahan Masalah
Masalah yang penulis identifikasi tersebut hanyalah masalh umum yang sering terjadi di sekolah. Guru yang merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan sering kali lupa bahwa dalam setiap kata yang diucapkan dalam setiap ilmu yang diterapkan ada nilai yang harus digoreskan pada anak didiknya.
Banyaknya kekerasan yang kini terjadi dan penayangan kekerasan di media massa, merupakan suatu dampak provokator sejati. Mengapa dikatakan provokator, karena dengan maraknya penayangan tersebut bukan tidak mungkin membuat siswa lain menjadi berpikir untuk mencoba lebih halus tanpa tercium media dalam menjalankan aksinya.
Kegiatan belajar mengajar di kelas dalam setiap pertemuan, guru menghabiskan waktu 40 menit dalam satu jam pelajaran. Biasanya setiap pelajaran dalam satu kali pertemuan akan menghabiskan dua jam pelajaran atau setara dengan 80 menit. Waktu yang cukup untuk sekedar menyelipkan pendidikan nilai pada siswa di kelas. Cara yang bisa kita gunakan dan juga biasa dipaktikkan guru misalnya:
1. ketika masuk ke kelas untuk mulai mengajar, guru melihat keadaan kelas untuk melihat kebersihan kelas, biasanya guru akan bertanya siapa yang piket pada hari itu bila keadaan lingkungan kelas kotor. Siswa yang erasa piket mungkin akan segera melakukan tugasnya. Namun seringkali siswa melempas tanggung jawab. Bila sudah demikian mulailah pendidikan nilai diajarkan guru , caranya guru hanya mengatakan daerah tempat duduk siswa yang memang ada sampah silahkan siswa ambil sendiri. Atau lebih ditekankan lagi bahwa daerah kekuasan kalian adalah seputar meja dan kursi jadi perhatikan kebersihannya. Kalau sudah demikian biasanya kebersihan ebh diperhatikan siswa dan secara tidak langsung guru sudah mengajarkan siswa untuk senantiasa bersih.
2. pendidikan nilai bisa juga guru ajarkan ketika ulangan berlangsung, setiap siswa. Hasil ulangan lebh baik dikoreksi siswa juga. Bentuk soal yang bisa dikoreksi siswa adalah soal pilihan ganda dan isian. Kalau sekarang makin mudahnya pengoreksian dengan komputer, setidaknya setelah kita koreksi menggunakan mesin komputer kita koreksi ulang pada siswa. Keuntungannya guru dapat membahas soal bersama siswa, sehingga siswa tahu kemungkinan jawaban dia benar atau tidak. Bila hal ini kita lakukan kita sudah menanamkn pendidikan nilai pada siswa yaitu percaya pada diri sendiri dan orang lain. Dari pekerjaan yang sepele ini kita dapat mengetahui apakah siswa dapat jujur pada dirinya sendiri karena dia mengoreksi hasil pekerjaannya. Guru pun sudah tahu berapa soal yang dapat dijawab siswa.
3. bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang tahu untuk bertata krama dan berlaku sesuai norma yang dijunjung. Dalam hal ini pendidikan nilai merupkan salah satu jembatan untuk mewujudkan hal itu. Bangsa Indonesia yang terkenal di seluruh dunia dengan unsur keramahtamahannya, sepatutnya tetap dijaga kesan tersebut. Banyak cara yang digunakan untuk menjunjung tinggi martabat bangsa. Di sekolah kami SMPN 266 dibudayakan 7 S dai ligkungan sekolah. Semua civitas akademi wajib mengamalkan 7 S ini yaitu.: 1. S : Salam ( dibudayakan setiap siswa dan guru saling memberi salam) sehingga terasa keberadaannnya di sekolah. 2. S : Sapa ( menyapa setiap insan yang ada adalah wujud dari rasa peduli antarsesama) apa kata dunia kalau siswa hanya kenal guru yang mengajar di kelasnya saja. 3. S : Senyum ( senyum membuat hidup lebih berwarna dan dengan senyum kita dapat menaklukan dunia dengan ramah). 4. S : Semangat ( jalani hidup dengan semangat) guru yang semangat dapat menularkan semangat juga pada siswa. 5. S : Silahturahmi (dengan saling merasakan suasana kekeluargaan maka akan terjalin rasa persaudaraan yang erat, SMP 266 mengadakan pengajian untuk siswa dan guru dan setiap hari secara bergiliran guru membimbing siswa untuk sholat ashar berjamaah. 6 & 7. S : Sopan dan Santun ( prilaku yang diteladani dari orang terdekat dapat mengajarkan sedini mungkin nilai-nilai yang sesuai dengan prilaku yang baik)
4. Salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan keempat adalah karena kita gagal menumbuhkembangkan pendidikan nilai, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir ini, pembangunan kita cenderung berorientasi pada sesuatu yang bersifat pragmatis, yaitu hasil yang bisa dilihat dengan mata dan dinikmati oleh perut. Aksi kekerasan oleh siswa yang membentuk sebah kumpulan yang mereka namakan ”GANK” merupakan bukti dari kegagalan kita. Pada dasarnya pendidikan nilai itu hanya dapat diwujudkan atau dijabarkan dalam suatu kebersamaan. Oleh karena itu, untuk melakukannya hampir tidak mungkin tanpa rasa empati dan penghargaan kepada orang lain, kepada segala sesuatu di lingkungan alam dan lingkungan sosial, yang mengerucut pada penghargaan kepada kehidupan. Sementara empati tak mungkin muncul tanpa kepekaan terhadap berbagai persoalan tanpa sekat-sekat ras, etnis, agama, golongan, dan lainnya.
Untuk memecahkan masalah yang kini menjadi ukuran keberhasilan pendidikan nilai di sekolah maupun masyarakat, perlu adanya kebesamaan, kebulatan, kesatuan, untuk mencari akar dari persoalan kekerasan yang terjadi.
Dalam pendidikan nilai, ada tiga masalah mendasar yang mesti dipahami oleh para pendidik (guru) dan siapa saja, yaitu
1. apa yang harus diajarkan (filsafat),
2. bagaimana anak belajar dan memahami nilai moral (psikologi),
3. serta dalam masyarakat apa dan macam mana nanti kita (sosiologi).
Peranan guru yang dapat menjadi jembatan enghubung untuk memutus aksi kekerasan, mungkin hanya bisa lewat diskusi. Misalnya pelajaran bahasa Indonesia dalam materi diskusi. Kemukan tema tentang kekerasan, dan siswa mencari solusi pemecahannya. Atau dalam salah satu materi tentang poster, enulis mengajukan tema tentang kekerasan. Siswa diajak untuk mengingat dan mencari tahu tentang kekerasan yang terjadi hasilnya memang sesuai dengan minat siswa. Ada siswa yang dapat menangkap apa yang penulis inginkan.
Kebutuhan dasar setiap orang termasuk peserta didik adalah untuk diterima, dihargai, dipahami, dan merasa bernilai. Maka bila kita memperlakukan seseorang secara positif dengan penuh penghargaan, sudah pasti peserta didik dibantu mengalami nilai diterima dan dihargai. Perasaan inilah yang mendorong kemampuan pengembangan seseorang untuk lebih kreatif dan berani mengambil inisiatif. Bahwa nilai-nilai baik itu sesungguhnya sudah dimiliki oleh setiap orang termasuk guru-guru/ pegawai di setiap unit sekolah.
Setiap siswa mempunyai prilaku yang berbeda dan keinginan yang berbeda pula dalam menerima pelajaran. Untuk itu guru menerapkan pendidikan budi pekerti secara pribadi. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru pada siswa antara lain:
1. Total action. Secara bersama-sama semua yang terlibat di sekolah melakukan suatu gerbrakan yang sama dan terarah untuk memberikan pendidikan nilai pada siswa. Sebelumnya para guru membahas dan menyepakati total action yang akan dilakukan. Ini dimaksudkan agar tidak ada kesimpangsiuran dalam mengajarkan pendidikan nilai satu kesatuan dalam perkataan dan perbuatan. Dan untuk memelihara nilai yang baik itu, terapkan penanaman satu nilai penghargaan kepribadian yaitu bila anak-anak berhasil melakukan hal-hal yang baik itu, beri pujian ! bisa dengan perkatan seperti ’ bagus’, hebat’ dan lain sebagainya.
2. Motivasi yang tulus. Penerapan motivasi di dalam kelas adalah dengan menanamkan pentingnya menghargai orang lain dengan cara memberi contoh keteladanan dalam menghargai orang lain, dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan maupun perbuatan. Artinya bila seorang guru memotivasi siswanya, dapat dilakukan dengan memberi pujian secara nyata dan tulus. Begitu seorang anak berhasil menjawab satu soal dan ternyata benar, guru memberi pujian kepada anak tersebut. Cara memuji tidak boleh dibuat-buat, tetapi sungguh dari hati yang tulus nyata dan ada perkembangan. Nah yakinkan siswa anda, ternyata dia bisa, dia hebat, dan dia mampu. Kalau ini dilakukan secara tulus dan kontinu anak bisa tumbuh lebih baik, dibanding mendidik anak dengan cara mengancam, pemberian sanksi atau hukuman.
3. Memberi contoh keteladanan. Pepatah yang sudah lama dikenal “kalau guru kecing berdiri maka siswa kencing berlari” tetap menjadi pedoman paling depan. Suri keteladanan guru untuk menunjukkan sikap disiplin tepat waktu akan menjadi model dan dipedomani oleh anak. Guru yang bersuara dengan intonasi yang lemah lembut menjadi model yang dapat ditiru siswa.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Mengabaikan hakikat tujuan pendidikan moral dalam rangka sejarah (masyarakat) berarti menerima saja masyarakat seperti apa adanya tanpa peduli mengenai apa yang akan terjadi di masa mendatang. Untuk menuju bangsa yang bermartabat, kiranya pendidikan nilai harus kita berikan sedini mungkin pada anak, dengan pendidikan nilai yang mumpuni akhirnya bangsa bermartabat menjadi harapan kita semua.
Selain itu pendidikan nilai yang dikembangkan di sekolah kiranya haruslah dapat berguna, praktis, efektif, tepat sasaran. Setiap anak berhak dan bertanggung jawab atas pendidikan nilai bagi kehidupannya sendiri. Tugas pendidik sebatas menyadarkan setiap anak atas nilai-nilai kehidupan yang dipilihnya sendiri secara bebas dan bertanggung jawab.
Dalam klasifikasi pendidikan nilai ini mencakup antara lain :
a. pendidikan nilai yang bebas dipilih guru dalam setiap waktu pembelajarn di kelas maupun di luar kelas.
b. Penanaman pendidikan budi pekerti, dalam hal ini membebaskan siswa untuk mempertimbangkan apa yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari secara sosial baik sebab maupun akibatnya
c. Mengajarkan untuk hidup berdasarkan keimanan.
d. Berani untuk menunjukkan hal yang benar dihadapan umum
e. Selalu menekankan perlunya memelihara nilai yang baik dalam berprilaku
Pendidikan nilai tidak dapat dilaksanakan dengan pengajaran di tengah-tengah pelanggaran moral dan anomali yang terus terjadi seperti sekarang ini. Musuh utama pendidikan nilai di sekolah adalah aturan yang tidak jelas, keiginan guru dan kemauan siswa yang tidak seimbang, kurikulum yang di terima siswa, dan juga maraknya berita-berita di media yang tidak memihak pada pengembangan pendidikan nilai.
2. Saran
Pendidikan nilai tidak sebatas pada teori dan pengajaran, tetapi harus disertai dengan perilaku hidup. Antara kata dan perbuatan harus sinkron, sejalan. Pendidikan nilai pasti gagal total bila pelanggaran-pelanggaran moral masih terus berlangsung. Penanaman pendidikan nilai harus ditunjukkan melalui sikap-perbuatan yang kongkret. Pendidikan nilai di sekolah akan terasa hambar jika penyakit-penyakit sosial masih merajalela di tengah masyarakat kita, di birokrasi pemerintah, di parlemen, pantai politik, institusi pendidikan, agama, dan keluarga. Tidak ada gunanya kita mengajarkan nilai-nilai moral kepada para peserta didik jika perilaku sosial kita bertentangan dengan nilai-nilai moral. lebih mudahnya pendidikan nilai itu adala gambaran untuk menanamkan moralitas dan sosial dalam diri anak. Kasus kekerasan atau yang kita kenal dengan Bullying yang sekarang makin marak terjadi merupakan salah satu indikator keberhasilan dari lunturnya pendidikan nilai yang diajarkan di rumah ataupun lembaga pendidikan.
Menyikapi secara kritis begitu pentingnya menumbuhkembangkan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti perlu dikembangkan atau diperkokoh tidak lain karena merupakan konsukuensi logis dari keberadaan (eksistensi) serta hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk berbudaya. Sebagai makhluk sosial dan makhluk yang berbudaya, manusia berada pada jaringan interaksi interdependensi dengan sesama manusia yang diatur dalam pola-pola jaringan norma yang dijabarkan dari nilai yang hidup serta beroperasi di satu kelompok masyarakat. Sistem pendidikan harus berpedoman pada seperangkat aturan dan pengaturan, yang memang dirancang demi pendekatan sistemik dan bukan untuk disiasati melalui pendekatan perseorangan.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek siswa, orang menentukan dan mengambil keputusan denganstrategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pulayang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul; maka dengan tiga pendekatan-pendekatan yang dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas pekerjaannya
Dalam keseharian guru harus menunjukkan sikap jujur, ini penting karena guru sebagai model. Dalam diskusi juga ditekakan bagaimana siswa menghargai pendapat orang lain dengan tidak terlalu awal melakukan pada penilaian pada pendapat orang lain, dan yang penting lagi guru melakukan pembelajaran reflektif, melihat kembali apasaja yang sudah dilakukan oleh siswa dan guru bukan hanya kognitif saja tetapi juga afeksi. Mudah-mudah kita dapat melahirkan generasi yang tidak korup, menghargai orang lain, memiliki disiplin tinggi, hormat, memiliki daya juang, bangga berbangsa indonesia dan lain-lain.
Kunci pertama (dan utama) agar pertemuan antara orangtua dan anak di rumah benar-benar berkualitas itu, seperti yang sudah banyak disarankan para pakar adalah komunikasi.Karena komunikasi menjadi kunci dan hampir tak ada biaya untuk melakukannya, maka sudah sepatutnya dari awal pembelajaran di kelas kita upayakan komunikasi yang efektif denga peserta didik. Semoga pendidikan nilai yang kita berikan kepada peserta didik kita dapat mengajarkan kepada kita untuk menuju bangsa yang bermartabat. SEMOGA.
Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal E. 2003. Dasar-dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo
Badudu, J.S. 1984. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta : Gramedia
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Landas Pikir dan Landas Teori. Jakarta: Grasindo
Samhadi, Sri Hartati. Budaya Kekerasan di Lembaga Pendidikan Harian Kompas Sabtu, 14 April 2007
http://re-searchengines.com. Syamsul. Bahri. Pendekatan Pendidikan Nilai.
http://www.ppi-india.org Timo Teweng. Penanaman Pendidikan Nilai.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah memberikan komentar dan masukan