Thursday, March 30, 2017

PENDAFTARAN SEKOLAH POLISI NEGARA INDONESIA

SEKOLAH POLISI NEGARA TANJUNG BATU KEPRI




Lama menunggu hari pelantikan anakku menjadi Polisi Negara sungguh waktu yang panjang. Jam terasa lambat. Apalagi dua bulan sebelum pelantikan anakku, aku terjatuh dari motor dan lengan atas engselnya bergeser. Seminggu aku dirawat di tukang urut patah tulang. Hari itu Selasa,  19 Januari 2017. Pelantikan anakku memang masih bulan Maret berharap tanganku tak sakit ketika dibawa berkeliling pulau Kundur tempat anakku berjuang. Terbayang pastinya anakku akan memintaku berkeliling pulau tempat perjuangannya dimulai.
Tangan masih sakit untuk mengikat rambut saja aku tak bisa. Rasanya ingin menangis. Belum usai masalah tangan musibah datang lagi. Atap kamar jebol dan ini benar-benar di luar perkiraan. Pastinya ada pengeluaran tambahan untuk renovasi. Pengeluaran sudah menumpuk, hutang sudah tidak terhitung. Hanya ada celah kosong pinjam koperasi sekolah atau teman. Tapi siapa yang bisa aku pinjami???? Allah pasti memberikan musibah untuk aku bersyukur dan pasti ada jalannya.
Masalah atap rumah sudah selesai, walau harus pinjam sana-sini dan hutang pada material. Urusan tiket pesawat sudah, karena mengajak ibuku dan hanya mau naik Garuda, jadilah aku booking Garuda. Minggu, 5 Maret 2017masih gelap menyeliputi Jakarta masih pukul 04.00 WIB. Subuh pun belum berkumandang matahari masih enggan muncul. Anakku dan adikku Budi mengantar ke bandara. Tepat pukul 04.30 atau hanya 30 menit waktu tempuh (kalau jam kerja dan hari kerja pasti jadi 3 jam) kami tiba di terminal 3 khusus Garuda,sambil menelepon orangtua teman Ray. Akhirnya berkumpul pasukan yang rindu anak. Ada orangtua Aji (ibunya dan bapaknya), ada bapak Dwi dan kakaknya Eko (ibu Dwi sakit dan tak bisa ikut).
Rasa lapar mulai melanda untungnya Garuda menyediakan nasi goreng dan camilan yang bisa mengganjal perut. Waktu tempuh 1 jam 45 menit menuju Batam. Alhamdulillah landed dengan baik dan lancar. Di Batam masih ada janji dengan salah satu orangtua yaitu orangta Rezki (ibu dan bapaknya). Sambil menunggu jemputan (aku dijemput Dewi Mulyawati mantan siswaku) dan juga menyewa satu mobil avanza yang dulu pernah kami pakai ketika liburan dengan supir bang Ahmad.
Mamaku memang sudah tak sabar untuk menuju tempat anakku. Jemputan yang lambat datang jadi masalahnya. Hampir satu jam jemputan baru datang. Perjalanan kami lanjutkan ke pelabuhan Sekupang dalam dua rombongan. Rombongan pertama keluarga Dwi, bapak Aji, dan keluarga Rezki. Mama Aji ikut aku karena mau mampir beli oleh-oleh dulu. Untungnya diantar Dewi jadi kami mampir beli oleh-oleh di pusat oleh-oleh Batam. Lanjut ke pelabuhan Sekupang karena rombongan pertama yang naik avanza sudah gelisah menunggu kami.

Pelayaran menuju Pulau Kundur harus menunggu 30 menit. Kapal yang kami tumpangi sama dengan kapal yang waktu itu aku naiki kapal Marina. Suasana kapal yang tidak ramai jadi tidak sulit mendapati tempat duduk. Hanya tangan ini saja yang terpaksa harus bekerja padahal nyeri dan ngilu masih terasa semua demi abang buah hatiku tersayang.
Kapal berangkat pukul 12.00 waktu Kepri, karena tidak ramai jadilah para ibu berpose-pose di kapal. Lumayan bisa mengabadikan momen indah yang mungkin tak akan aku ulangi lagi (berharap anakku ditempatkan di Jakarta, harapan seorang ibu yang ingin dekat dengan anaknya).
Tiba di pelabuhan Tanjung Batu pukul 14.30. badan yang penat dan lelah kembali bergairah terbayang akan bertemu anakku, buah hati yang lama tak kujumpai. Mungkin semua ibu-ibu yang bersamaku pergi seperti itu terlihat wajah-wajah cerianya walau bawaan banyak yang harus diangkat (kali ini tangan tak terasa). Harusnya anak kami menjemput, ternyata mereka sedang mempersiapkan perhelatan untuk nanti malam. Anakku bahkan tak boleh keluar barak, karena dia piket barak.
Penjemput sudah aku siapkan kali ini harus pakai dua mobil avanza. Sebelum ke rumah yang kami sewa mampir dulu di restoran padang (perut ga bisa diajak kompromi) selain itu sudah lewat makan siang. Alamak mahalnya harga nasi padang yang kami beli. Untuk sebungkus nasi dengan telor dadar dan teh manis, aku harus mengeluarkan kocek Rp 25.000,’.  Keluarlah kata-kata manis karena mahalnya makanan yang harus kami bayar. “Pantas Bu mahal, lah bawa telornya dari Batam saja sudah bisa menetas atau kalau bawa ayam dari Batam dijamin ga terbang ke laut gak?” hahahahaha. Akhinya kami bisasaling berinteraksi dan menyatu gara-gara telor dadar bahkan tadinya bapak Dwi sudah booking hotel terpaksa dibatalkan, karena aku katakan hotel jauh dari SPN.
Sampai rumah yang kami sewa mulailah pembagian kamar. Karena aku bertiga jadilah aku mengambil kamar di depan yang lebih luas dari kamar lainnya. Rumah yang kami sewa milik penduduk setempat yang dulu pernah disewa anak-anak kami. Ada 5 kamar dan tingkat dua. Di bawah ada 3 kamar dan sudah dibagi untuk keluargaku, keluarga aji, dan keluarga Rezki, sedangkan bapak Dwi dan kakaknya di lantai atas.
Panasnya pulau Kundur mulai terasa, tak ada angin sepoi-sepoi. Udara pantai yang benar-benar luar biasa panasnya. Karena anak-anak tak bisa mengunjungi kami jadilah kami para ibu-ibu berinisiatif berkunjung ke SPN, sayangnya anakku tak bisa dijumpai. Rezki, Aji, dan Dwi terlihat sibuk di lapangan mempersiapkan panggung untuk acara nanti malam. Karena sudah terlanjur ke SPN akhirnya kami menuju Koperasi SPN untuk membayar utang-utang anak-anak kami. Anakku memang bilang ada utang untuk membeli peralatan sekolahnya selain foto.
Sampai koperasi aku lebih dahulu (uang di dompet cukuplah karena anakku bilang utangnya hanya Rp 1.3 juta). Ternyata setelah dihitung utang yang ada hampir 3 juta atau Rp 2.980.000. banyaknya. Ini benar-benar cari duit deh kayaknya. Harga foto yang dijual rata-rata seharga 200 -300 ribu. Alamak untuk ukuran foto 10 R dan 17 R harga segitu memang sungguh luar biasa deh (tepok jidat). Akhinya aku tidak melunasi semua karena uang yang kusiapkan hanya 2 juta. Ibunya Aji rupanya membawa uang lebih yang bisa kupinjam yah daripada aku harus bolak balik ke koperasi lagi untuk melunasi.
Urusan utang piutang anak-anak selesai sudah kembali lagi ke rumah sewa dengan panas yang semakin menyengat. Lumayan jarak SPN ke rumah sewa kira-kira 1 km. Sambil menunggu bapaknya anakku lumayan bisa santai sebentar. Sore itu kami juga dikunjungi ibu kos anak-anak kami ( Rezki, Aji, dan Ray anakku kos di rumah seorang anggota Polisi istrinya bernama ibu Devi yang super banget baik hatinya). Ibu kos ini memang luar biasa, menjadi ibu kos tapi tidak menarik uang sewa. Doa kami semoga ibu dan keluarga diberikan rezeki yang berlimpah.  Sore itu suamiku sudah datang dan jadilah kami berkumpul lengkap di rumah sewa.

Malam, Sabtu, 5 Maret 2017
Sore di rumah sewa, kami kedatangan komandan pleton anak-anak Bripka Pujianto atau yang biasa kami sapa pak Puji. Orangnya masih muda, sayangnya yang tidak aku suka, beliau suka sekali meminta barang-barang pada orangtua siswa. Kutanyakan pada semua orangtua, semuanya dimintakan barang yang dipesan pak Puji, ada sepatu, tas, dan lain-lain yang tentu saja harganya tidak murah. Tapi sudahlah mungkin sebagai bentuk apresiasi terhadap pak Puji yang telah menjaga anak-anak kami (walau pernah aku dengar anakku sering menerima bogem mentah dari pak Puji). Bahkan selama anakku di sekolah polisi negara,setiap minggu aku mengirim pulsa ke pak Puji, entah dengan orangtua lain.
Habis sholat isya rombongan kami yang berjumlah 9 orang mulai beranjak ke warung pecel lele dekat SPN. Makan malam kali ini di warung pecel lele, semoga tak semahal nasi padang tadi siang. Pak Puji ikut dengan kami untuk makan malam. Untungnya aku tidak jadi memesan soto yang luar biasa (kata ibuku tak berasa) isi soto dipenuhi oleh soun saja. Entah kemana ayam (padahal yang dipesan soto ayam).
Usai menyantap hidangan yang sungguh tidak nendang, rombongan bergerak ke lapangan SPN. Anak-anak kami sudah menunggu. Mamaku sudah gelisah karena belum juga berjumpa dengan anakku sampai malam ini. Acara yang dipandu siswa SPN terasa hampa, karena mata dan leher sudah panjang mencari rupa anakku. Akhirnya yang dicari pun muncullah. Anakku yang dirindukan neneknya sudah menghitam kulitnya. Menetes airmata neneknya (ibuku) memeluk anakku yang tingginya sudah melewati neneknya. Rasa rindu yang membuncah dari Jakarta tumpah sudah. Anakku yang sifat dan wataknya aku ingat, selalu malu bila ada orangtua di dekatnya. Anakku ini memang luar biasa pemalunya walaupun aku sudah mengajarkan untuk berani. Walaupun pemalu tapi watak anakku keras, kemauannya selalu harus dan wajib tak ada kata tak bisa dan tak boleh. Ini pula yang membawanya menjadi siswa bintara sekolah polisi negara. Dua kali anakku mencoba ikut tes, dan baru tahun 2016 ini ia lolos menjadi siswa bintara. Perjuangannya yang gigih selama tes benar-benar membuatku bangga.
Anakku Ray, menjadi pribadi unik. Flash back ke belakang petjuangannya untuk menjadi polisi, bangun pukul 03.00 untuk berangkat tes, belum lagi faktor kulit (jerawat di muka bahkan badannya) hal ini harus dituntaskan dan aku harus merogoh kocek untuk membersihkan kulit mukanya. Bahkan di hari puasa pertama, kami sekeluarga harus rela berbuka puasa di jalan dengan sebotol air mineral yang harus dibagi ber 4. Jalanan macet menuju Benhil tempat dokter kulit yang direkomendasikan orang Polda. Kata mereka, klinik dokter ini yang sering didatangi para siswa Akabri untuk perawatan muka. Apapun dan dimanapun, akan akau datangi agar anakku tidak minder gara-gara jerawat dan penyakit kulitnya.
Lanjut ke cerita di Tanjung Batu, malam itu acara malam pengantar tugas. Banyak acara disuguhkan selain sambutan dari para pejabat SPN. Ada acara hiburan yang dipersiapkan oleh siswa, yang berkesan adalah pertunjukan tari zapin oleh siswa dengan pakaian seragam lengkap. Anakku cerita waktu itu ia juga termasuk siswa yang diajak untuk menari zapin di hadapan Kapolri.
Malam beranjak, mata sudah mengantuk dan mamaku memang tak bisa kena angin malam. Aku pulang lebih dahulu dengan mama, badan juga terasa kurang enak mengingat tadi subuh kami sudah beranjak, bahkan mamaku tak tidur semalam karena memikirkan perjalanan ini.
Senin, 6 Maret 2017
Pagi
Suasana di rumah sewaan dari subuh sudah heboh. Maklum ibu-ibu banyak yang direpotkan, apalagi kalau bukan sarapan untuk para bapaknya. Pagi itu karena sudah mendapat kepastian bisa mengajak pulang anakku, mulailah aku browsing tiket untuk pulang. Setelah membujuk mama untuk mau naik pesawat apa saja, akhirnya kami dapat pesawat Citilink yang berangkat Rabu, 8 Maret 2017 pukul 19.15. (BERSAMBUNG YAH)









Back Home Pasien Covid

Good bye Wisma Atlet Hari ke-14 di Wisma Atlet "Menunggu Surat" Senin, 4 Januari 2021 Ini hari ke-14 di Wisma Atlet. Katanya kami ...