SEKOLAH POLISI NEGARA TANJUNG BATU KEPRI
Lama menunggu hari
pelantikan anakku menjadi Polisi Negara sungguh waktu yang panjang. Jam terasa
lambat. Apalagi dua bulan sebelum pelantikan anakku, aku terjatuh dari motor
dan lengan atas engselnya bergeser. Seminggu aku dirawat di tukang urut patah
tulang. Hari itu Selasa, 19 Januari
2017. Pelantikan anakku memang masih bulan Maret berharap tanganku tak sakit
ketika dibawa berkeliling pulau Kundur tempat anakku berjuang. Terbayang
pastinya anakku akan memintaku berkeliling pulau tempat perjuangannya dimulai.
Tangan masih sakit
untuk mengikat rambut saja aku tak bisa. Rasanya ingin menangis. Belum usai
masalah tangan musibah datang lagi. Atap kamar jebol dan ini benar-benar di
luar perkiraan. Pastinya ada pengeluaran tambahan untuk renovasi. Pengeluaran
sudah menumpuk, hutang sudah tidak terhitung. Hanya ada celah kosong pinjam
koperasi sekolah atau teman. Tapi siapa yang bisa aku pinjami???? Allah pasti
memberikan musibah untuk aku bersyukur dan pasti ada jalannya.
Masalah atap rumah
sudah selesai, walau harus pinjam sana-sini dan hutang pada material. Urusan
tiket pesawat sudah, karena mengajak ibuku dan hanya mau naik Garuda, jadilah
aku booking Garuda. Minggu, 5 Maret 2017masih gelap menyeliputi Jakarta masih pukul
04.00 WIB. Subuh pun belum berkumandang matahari masih enggan muncul. Anakku
dan adikku Budi mengantar ke bandara. Tepat pukul 04.30 atau hanya 30 menit
waktu tempuh (kalau jam kerja dan hari kerja pasti jadi 3 jam) kami tiba di
terminal 3 khusus Garuda,sambil menelepon orangtua teman Ray. Akhirnya
berkumpul pasukan yang rindu anak. Ada orangtua Aji (ibunya dan bapaknya), ada
bapak Dwi dan kakaknya Eko (ibu Dwi sakit dan tak bisa ikut).
Rasa lapar mulai
melanda untungnya Garuda menyediakan nasi goreng dan camilan yang bisa
mengganjal perut. Waktu tempuh 1 jam 45 menit menuju Batam. Alhamdulillah
landed dengan baik dan lancar. Di Batam masih ada janji dengan salah satu
orangtua yaitu orangta Rezki (ibu dan bapaknya). Sambil menunggu jemputan (aku
dijemput Dewi Mulyawati mantan siswaku) dan juga menyewa satu mobil avanza yang
dulu pernah kami pakai ketika liburan dengan supir bang Ahmad.
Mamaku memang sudah tak
sabar untuk menuju tempat anakku. Jemputan yang lambat datang jadi masalahnya.
Hampir satu jam jemputan baru datang. Perjalanan kami lanjutkan ke pelabuhan
Sekupang dalam dua rombongan. Rombongan pertama keluarga Dwi, bapak Aji, dan
keluarga Rezki. Mama Aji ikut aku karena mau mampir beli oleh-oleh dulu.
Untungnya diantar Dewi jadi kami mampir beli oleh-oleh di pusat oleh-oleh
Batam. Lanjut ke pelabuhan Sekupang karena rombongan pertama yang naik avanza
sudah gelisah menunggu kami.
Pelayaran menuju Pulau
Kundur harus menunggu 30 menit. Kapal yang kami tumpangi sama dengan kapal yang
waktu itu aku naiki kapal Marina. Suasana kapal yang tidak ramai jadi tidak
sulit mendapati tempat duduk. Hanya tangan ini saja yang terpaksa harus bekerja
padahal nyeri dan ngilu masih terasa semua demi abang buah hatiku tersayang.
Kapal berangkat pukul
12.00 waktu Kepri, karena tidak ramai jadilah para ibu berpose-pose di kapal.
Lumayan bisa mengabadikan momen indah yang mungkin tak akan aku ulangi lagi
(berharap anakku ditempatkan di Jakarta, harapan seorang ibu yang ingin dekat
dengan anaknya).
Tiba di pelabuhan
Tanjung Batu pukul 14.30. badan yang penat dan lelah kembali bergairah
terbayang akan bertemu anakku, buah hati yang lama tak kujumpai. Mungkin semua
ibu-ibu yang bersamaku pergi seperti itu terlihat wajah-wajah cerianya walau
bawaan banyak yang harus diangkat (kali ini tangan tak terasa). Harusnya anak
kami menjemput, ternyata mereka sedang mempersiapkan perhelatan untuk nanti
malam. Anakku bahkan tak boleh keluar barak, karena dia piket barak.
Penjemput sudah aku
siapkan kali ini harus pakai dua mobil avanza. Sebelum ke rumah yang kami sewa
mampir dulu di restoran padang (perut ga bisa diajak kompromi) selain itu sudah
lewat makan siang. Alamak mahalnya harga nasi padang yang kami beli. Untuk
sebungkus nasi dengan telor dadar dan teh manis, aku harus mengeluarkan kocek
Rp 25.000,’. Keluarlah kata-kata manis
karena mahalnya makanan yang harus kami bayar. “Pantas Bu mahal, lah bawa
telornya dari Batam saja sudah bisa menetas atau kalau bawa ayam dari Batam
dijamin ga terbang ke laut gak?” hahahahaha. Akhinya kami bisasaling
berinteraksi dan menyatu gara-gara telor dadar bahkan tadinya bapak Dwi sudah
booking hotel terpaksa dibatalkan, karena aku katakan hotel jauh dari SPN.
Sampai rumah yang kami
sewa mulailah pembagian kamar. Karena aku bertiga jadilah aku mengambil kamar
di depan yang lebih luas dari kamar lainnya. Rumah yang kami sewa milik
penduduk setempat yang dulu pernah disewa anak-anak kami. Ada 5 kamar dan
tingkat dua. Di bawah ada 3 kamar dan sudah dibagi untuk keluargaku, keluarga
aji, dan keluarga Rezki, sedangkan bapak Dwi dan kakaknya di lantai atas.
Panasnya pulau Kundur
mulai terasa, tak ada angin sepoi-sepoi. Udara pantai yang benar-benar luar
biasa panasnya. Karena anak-anak tak bisa mengunjungi kami jadilah kami para
ibu-ibu berinisiatif berkunjung ke SPN, sayangnya anakku tak bisa dijumpai.
Rezki, Aji, dan Dwi terlihat sibuk di lapangan mempersiapkan panggung untuk
acara nanti malam. Karena sudah terlanjur ke SPN akhirnya kami menuju Koperasi
SPN untuk membayar utang-utang anak-anak kami. Anakku memang bilang ada utang
untuk membeli peralatan sekolahnya selain foto.
Sampai koperasi aku
lebih dahulu (uang di dompet cukuplah karena anakku bilang utangnya hanya Rp
1.3 juta). Ternyata setelah dihitung utang yang ada hampir 3 juta atau Rp
2.980.000. banyaknya. Ini benar-benar cari duit deh kayaknya. Harga foto yang
dijual rata-rata seharga 200 -300 ribu. Alamak untuk ukuran foto 10 R dan 17 R
harga segitu memang sungguh luar biasa deh (tepok jidat). Akhinya aku tidak
melunasi semua karena uang yang kusiapkan hanya 2 juta. Ibunya Aji rupanya
membawa uang lebih yang bisa kupinjam yah daripada aku harus bolak balik ke
koperasi lagi untuk melunasi.
Urusan utang piutang
anak-anak selesai sudah kembali lagi ke rumah sewa dengan panas yang semakin
menyengat. Lumayan jarak SPN ke rumah sewa kira-kira 1 km. Sambil menunggu
bapaknya anakku lumayan bisa santai sebentar. Sore itu kami juga dikunjungi ibu
kos anak-anak kami ( Rezki, Aji, dan Ray anakku kos di rumah seorang anggota
Polisi istrinya bernama ibu Devi yang super banget baik hatinya). Ibu kos ini
memang luar biasa, menjadi ibu kos tapi tidak menarik uang sewa. Doa kami
semoga ibu dan keluarga diberikan rezeki yang berlimpah. Sore itu suamiku sudah datang dan jadilah kami
berkumpul lengkap di rumah sewa.
Malam, Sabtu, 5 Maret
2017
Sore di rumah sewa,
kami kedatangan komandan pleton anak-anak Bripka Pujianto atau yang biasa kami
sapa pak Puji. Orangnya masih muda, sayangnya yang tidak aku suka, beliau suka
sekali meminta barang-barang pada orangtua siswa. Kutanyakan pada semua
orangtua, semuanya dimintakan barang yang dipesan pak Puji, ada sepatu, tas,
dan lain-lain yang tentu saja harganya tidak murah. Tapi sudahlah mungkin
sebagai bentuk apresiasi terhadap pak Puji yang telah menjaga anak-anak kami
(walau pernah aku dengar anakku sering menerima bogem mentah dari pak Puji).
Bahkan selama anakku di sekolah polisi negara,setiap minggu aku mengirim pulsa
ke pak Puji, entah dengan orangtua lain.
Habis sholat isya
rombongan kami yang berjumlah 9 orang mulai beranjak ke warung pecel lele dekat
SPN. Makan malam kali ini di warung pecel lele, semoga tak semahal nasi padang
tadi siang. Pak Puji ikut dengan kami untuk makan malam. Untungnya aku tidak
jadi memesan soto yang luar biasa (kata ibuku tak berasa) isi soto dipenuhi
oleh soun saja. Entah kemana ayam (padahal yang dipesan soto ayam).
Usai menyantap hidangan
yang sungguh tidak nendang, rombongan bergerak ke lapangan SPN. Anak-anak kami
sudah menunggu. Mamaku sudah gelisah karena belum juga berjumpa dengan anakku sampai
malam ini. Acara yang dipandu siswa SPN terasa hampa, karena mata dan leher
sudah panjang mencari rupa anakku. Akhirnya yang dicari pun muncullah. Anakku
yang dirindukan neneknya sudah menghitam kulitnya. Menetes airmata neneknya
(ibuku) memeluk anakku yang tingginya sudah melewati neneknya. Rasa rindu yang
membuncah dari Jakarta tumpah sudah. Anakku yang sifat dan wataknya aku ingat,
selalu malu bila ada orangtua di dekatnya. Anakku ini memang luar biasa
pemalunya walaupun aku sudah mengajarkan untuk berani. Walaupun pemalu tapi
watak anakku keras, kemauannya selalu harus dan wajib tak ada kata tak bisa dan
tak boleh. Ini pula yang membawanya menjadi siswa bintara sekolah polisi
negara. Dua kali anakku mencoba ikut tes, dan baru tahun 2016 ini ia lolos
menjadi siswa bintara. Perjuangannya yang gigih selama tes benar-benar
membuatku bangga.
Anakku Ray, menjadi
pribadi unik. Flash back ke belakang petjuangannya untuk menjadi polisi, bangun
pukul 03.00 untuk berangkat tes, belum lagi faktor kulit (jerawat di muka
bahkan badannya) hal ini harus dituntaskan dan aku harus merogoh kocek untuk
membersihkan kulit mukanya. Bahkan di hari puasa pertama, kami sekeluarga harus
rela berbuka puasa di jalan dengan sebotol air mineral yang harus dibagi ber 4.
Jalanan macet menuju Benhil tempat dokter kulit yang direkomendasikan orang
Polda. Kata mereka, klinik dokter ini yang sering didatangi para siswa Akabri
untuk perawatan muka. Apapun dan dimanapun, akan akau datangi agar anakku tidak
minder gara-gara jerawat dan penyakit kulitnya.
Lanjut ke cerita di
Tanjung Batu, malam itu acara malam pengantar tugas. Banyak acara disuguhkan
selain sambutan dari para pejabat SPN. Ada acara hiburan yang dipersiapkan oleh
siswa, yang berkesan adalah pertunjukan tari zapin oleh siswa dengan pakaian
seragam lengkap. Anakku cerita waktu itu ia juga termasuk siswa yang diajak
untuk menari zapin di hadapan Kapolri.
Malam beranjak, mata
sudah mengantuk dan mamaku memang tak bisa kena angin malam. Aku pulang lebih
dahulu dengan mama, badan juga terasa kurang enak mengingat tadi subuh kami
sudah beranjak, bahkan mamaku tak tidur semalam karena memikirkan perjalanan
ini.
Senin, 6 Maret 2017
Pagi
Suasana di rumah sewaan dari subuh sudah heboh. Maklum ibu-ibu banyak yang direpotkan, apalagi kalau
bukan sarapan untuk para bapaknya. Pagi itu karena sudah mendapat kepastian
bisa mengajak pulang anakku, mulailah aku browsing tiket untuk pulang. Setelah
membujuk mama untuk mau naik pesawat apa saja, akhirnya kami dapat pesawat
Citilink yang berangkat Rabu, 8 Maret 2017 pukul 19.15. (BERSAMBUNG YAH)