Tukang Sampah itu Pak Joko
Jakarta adalah salah satu kota besar yang selalu padat dengan beranekaragam manusia dari berbagai daerah, aktivitas, lalu lintas dan sebagainya. Seorang bapak kira-kira berusia 53 tahun dari perkampungan kumuh di sudut kota Jakarta, Ya itulah pak Joko, senantiasa mendorong gerobak sampahnya yang telah menemaninya selama kurang lebih 30 tahun. Pak Joko senantiasa mendorong gerobaknya meskipun rasa lapar dan harapan kosong menghampiri. Namun, bagi dirinya sampah adalah menu utama dan gerobak adalah sendok dan garpu.
“Uuuhhh…padat dan kotor sekali kota ini. Seperti tidak terurus.”, keluh pak Joko.
Lalu ia pun melanjutkan perjalanan meskipun sesekali ia menghampiri sampah di pinggir jalan. Tidak terasa, ia telah sampai di pangkalan mikrolet dan ia pun langsung memasuki salah satu mikrolet tua yang ada di situ.
“Kau ini tidak pernah ada habisnya ya?” pak Joko berbicara sendiri sambil membersihkan kolong-kolong bangku yang ada di mikrolet.
“Ya…namanya juga Jakarta, tidak tahu kapan bersihnya!”, sahut pak Sanim yang sedang memanaskan mobil.
“Memang orang di Jakarta ini tidak ada yang pernah peduli terhadap kebersihan kotanya”, kata pak Joko nada kesal.
Mikrolet sudah bersih, pak Joko pun turut untuk melanjutkan ke tempat lain. Namun baru beberapa langakh ia sudah dipanggil oleh pak Sanim.
“Pak..pak Joko….pak Joko……sebentar!”, kata pak Sanim seraya menghampiri pak Joko. “Ada apa pak Sanim?”, tanya pak Joko dengan heran.
“Ini pak buat bapak…”, kata pak Sanim sambil menyodorkan uang dua lembar ribuan.
“Tidak, tidak usah, terima kasih banyak….ini sudah tugas saya, jadi saya tidak bias menerima menerima pemberian bapak.”, kata pak Joko.
Lalu pak Joko pun meninggalkan pak Sanim yang masih heran dengan sikap pak Joko. “Ko ada ya orang yang tidak mau menerima uang di zaman yang serba susah ini..”, kata pak Sanim, sambil melihat pak Joko yang lama-kelamaan hilang oleh kejauhan.
Di dalam perjalanan hati pak Joko memohon doa, “Ya….Tuhan….jangan Engkau beri uang yang lebih bau dari sampah”.
Tidak terasa pak Joko sudah sampai di tempat pembuangan sampah, lalu ia pun menuangkan sampah yang ada di dalam gerobaknya.
“Sepertinya matahari sudah di atas kepal, lebih baik aku pulang untuk makan dan istirahat.”, kata pak Joko sambil mendorong gerobak yang sudah kosong.
Di dalam perjalanan perut pak Joko berbunyi, “Kruk….kruk…..kruk….”, suara perut pak Joko. Tak terasa pak Joko sampai di mulut gang rumahnya. Pak Joko pun sampai di depan rumahnya. “Assalamualaykum…..”, pak Joko memberikan salam. “Waaliakumussalam……”, serentak di jawab oleh istri, anak tunggalnya, dan cucu satu-satunya.
Istri pak Joko membuat minum, sedangkan anak dan cucunya memijit pundak dan kaki pak Joko. “Ini pak minum dulu…pasti bapak haus kan…!”, kata sang istri sambil menyodorkan segelas air putih kepada pak Joko.
Pak Joko mengambil dan segera meminumnya dan ia berkata, “Terima kasih bu…..”.
“Bu, bapak mau ngadem dulu ya di bawah pohon mangga….”.
Pak Joko pun keluar rumah dan duduk di bangku bambu di bawah pohon mangga. Sedang asyiknya bersantai, anak dan cucunya menghampiri.
“Pak ada cerita apa hari ini?”, kata anak pak Joko yang bernama Tia.
“Ada!”, kata pak Joko dengan singkat.
“Apa pak ceritanya!!”, tanya Tia dengan penasaran.
“Begini, tadi kan bapak membersihkan sebuah mobil mikrolet tua yang di dalam mobil mikrolet tersebut sangat kotor sekali, bapak pun masuk dan membersihkannya, nah..setelah bapak selesai membersihkan, bapak dipanggil oleh si supir mikrolet dan ia ingin memberi bapak uang, tapi bapak tolak!”. “Kenapa bapak tolak?”, tanya Tia. “Karena uang itu bukan hak bapak, masih banyak yang lebih membutuhkan uang tersebut seperti tukang bajaj, penyalur genteng dan masih banyak lagi”, kata pak Joko.
“Nah…mulai sekarang kita harus membantu orang dengan ikhlas tanpa mengharapkan pamrih.”, kata pak Joko. “Pak, lebih baik kita masuk lalu makan bersama.”, kata Tia.
“Ya sudah yu kita masuk..”, ajak pak Joko.
Akhirnya pak Joko dan keluarganya makan bersama.
Jakarta adalah salah satu kota besar yang selalu padat dengan beranekaragam manusia dari berbagai daerah, aktivitas, lalu lintas dan sebagainya. Seorang bapak kira-kira berusia 53 tahun dari perkampungan kumuh di sudut kota Jakarta, Ya itulah pak Joko, senantiasa mendorong gerobak sampahnya yang telah menemaninya selama kurang lebih 30 tahun. Pak Joko senantiasa mendorong gerobaknya meskipun rasa lapar dan harapan kosong menghampiri. Namun, bagi dirinya sampah adalah menu utama dan gerobak adalah sendok dan garpu.
“Uuuhhh…padat dan kotor sekali kota ini. Seperti tidak terurus.”, keluh pak Joko.
Lalu ia pun melanjutkan perjalanan meskipun sesekali ia menghampiri sampah di pinggir jalan. Tidak terasa, ia telah sampai di pangkalan mikrolet dan ia pun langsung memasuki salah satu mikrolet tua yang ada di situ.
“Kau ini tidak pernah ada habisnya ya?” pak Joko berbicara sendiri sambil membersihkan kolong-kolong bangku yang ada di mikrolet.
“Ya…namanya juga Jakarta, tidak tahu kapan bersihnya!”, sahut pak Sanim yang sedang memanaskan mobil.
“Memang orang di Jakarta ini tidak ada yang pernah peduli terhadap kebersihan kotanya”, kata pak Joko nada kesal.
Mikrolet sudah bersih, pak Joko pun turut untuk melanjutkan ke tempat lain. Namun baru beberapa langakh ia sudah dipanggil oleh pak Sanim.
“Pak..pak Joko….pak Joko……sebentar!”, kata pak Sanim seraya menghampiri pak Joko. “Ada apa pak Sanim?”, tanya pak Joko dengan heran.
“Ini pak buat bapak…”, kata pak Sanim sambil menyodorkan uang dua lembar ribuan.
“Tidak, tidak usah, terima kasih banyak….ini sudah tugas saya, jadi saya tidak bias menerima menerima pemberian bapak.”, kata pak Joko.
Lalu pak Joko pun meninggalkan pak Sanim yang masih heran dengan sikap pak Joko. “Ko ada ya orang yang tidak mau menerima uang di zaman yang serba susah ini..”, kata pak Sanim, sambil melihat pak Joko yang lama-kelamaan hilang oleh kejauhan.
Di dalam perjalanan hati pak Joko memohon doa, “Ya….Tuhan….jangan Engkau beri uang yang lebih bau dari sampah”.
Tidak terasa pak Joko sudah sampai di tempat pembuangan sampah, lalu ia pun menuangkan sampah yang ada di dalam gerobaknya.
“Sepertinya matahari sudah di atas kepal, lebih baik aku pulang untuk makan dan istirahat.”, kata pak Joko sambil mendorong gerobak yang sudah kosong.
Di dalam perjalanan perut pak Joko berbunyi, “Kruk….kruk…..kruk….”, suara perut pak Joko. Tak terasa pak Joko sampai di mulut gang rumahnya. Pak Joko pun sampai di depan rumahnya. “Assalamualaykum…..”, pak Joko memberikan salam. “Waaliakumussalam……”, serentak di jawab oleh istri, anak tunggalnya, dan cucu satu-satunya.
Istri pak Joko membuat minum, sedangkan anak dan cucunya memijit pundak dan kaki pak Joko. “Ini pak minum dulu…pasti bapak haus kan…!”, kata sang istri sambil menyodorkan segelas air putih kepada pak Joko.
Pak Joko mengambil dan segera meminumnya dan ia berkata, “Terima kasih bu…..”.
“Bu, bapak mau ngadem dulu ya di bawah pohon mangga….”.
Pak Joko pun keluar rumah dan duduk di bangku bambu di bawah pohon mangga. Sedang asyiknya bersantai, anak dan cucunya menghampiri.
“Pak ada cerita apa hari ini?”, kata anak pak Joko yang bernama Tia.
“Ada!”, kata pak Joko dengan singkat.
“Apa pak ceritanya!!”, tanya Tia dengan penasaran.
“Begini, tadi kan bapak membersihkan sebuah mobil mikrolet tua yang di dalam mobil mikrolet tersebut sangat kotor sekali, bapak pun masuk dan membersihkannya, nah..setelah bapak selesai membersihkan, bapak dipanggil oleh si supir mikrolet dan ia ingin memberi bapak uang, tapi bapak tolak!”. “Kenapa bapak tolak?”, tanya Tia. “Karena uang itu bukan hak bapak, masih banyak yang lebih membutuhkan uang tersebut seperti tukang bajaj, penyalur genteng dan masih banyak lagi”, kata pak Joko.
“Nah…mulai sekarang kita harus membantu orang dengan ikhlas tanpa mengharapkan pamrih.”, kata pak Joko. “Pak, lebih baik kita masuk lalu makan bersama.”, kata Tia.
“Ya sudah yu kita masuk..”, ajak pak Joko.
Akhirnya pak Joko dan keluarganya makan bersama.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah memberikan komentar dan masukan